Menguji Kelayakan Kasatreskrim
”Kecenderungan mindset sebagian penyidik kurang bergairah menangani korupsi karena butuh ekstratenaga, ekstrapemikiran, dan ekstrabiaya”
UNTUK kali pertama dalam sejarah Polri, jabatan kepala satuan reserse kriminal (kasatreskrim) diujilayakkan (assessment test) pada Rabu, 21 September ini. Polda Jawa Tengah menjadi pioner kegiatan itu yang diharapkan memberi warna baru dalam kinerja penegakan hukum. Karenanya, hal ini patut diapresiasi dan didukung sehingga ke depan Polri, khususnya Polda Jateng, bisa lebih memerankan diri sebagai penegak hukum yang dicintai dan dipercaya masyarakat.
Mengapa kasatreskrim menjadi jabatan strategis dalam konteks penegakan hukum? Pasalnya jabatan ini menjadi panglima terdepan dalam peran penegakan hukum di tingkat satuan kerja (polres). Bila dikaitkan dengan semangat pemberantasan korupsi misalnya, perlu kembali membangun motivasi kasatreskrim untuk lebih unjuk gigi. Bila saja tiap polres bisa menyidik 2-3 tindak pidana korupsi dalam setahun maka secara nasional bisa terungkap 60-100 kasus.
Perlunya keseriusan dalam hal itu mengingat pemberantasan korupsi menjadi salah satu dari 10 kebijakan Kapolri Jenderal Timur Pradopo. Dalam berbagai pengarahan, ia menegaskan prioritas itu mengingat korupsi merupakan tindak pidana yang bersifat extraordinary crime. Karena inilah, penanganannya pun harus dengan cara khusus dan menempatkannya dalam skala prioritas tinggi.
Seperti halnya dalam asssessment test atau uji kelayakan jabatan tertentu, masalah kemampuan, pengetahuan, dan integritas (rekam jejak) menjadi hal penting. Kemampuan yang mendasari atas kompetensi pada bidangnya, akan menempatkan seseorang pada posisi yang benar. Pengetahuan atas perkembangan hal-hal yang bersifat normatif akan menjadi pijakan kuat dalam penanganan kasus. Demikian halnya rekam jejak atau track record akan menjadi parameter bagaimana muatan kepribadian atau kapabilitas seseorang untuk memangku jabatan itu.
Mengapa penulis lebih cenderung mengaitkan masalah uji kelayakan atau uji kompetensi jabatan kasatreskrim ini dengan masalah penanganan korupsi? Pasalnya saat ini masyarakat sudah memandang tindak pidana korupsi sebagai musuh nasional dengan skala prioritas. Hal ini bukan berarti mengabaikan pentingnya keseriusan penegakan hukum terhadap tindak pidana lainnya, namun korupsi terbukti menjadikan jutaan rakyat Indonesia kehilangan hak-haknya atas kesehatan, pendidikan, dan kesejahteraan lainnya.
Level Terdepan
Kecenderungan mindset sebagian penyidik yang kurang bergairah menangani korupsi karena penuntasannya membutuhkan ekstratenaga, ekstrapemikiran, dan ekstrabiaya. Padahal kondisi nyata di lapangan penyidik Polri, lebih-lebih di tingkat polres, masih berada dalam keterbatasan yang cenderung konvensional. Kondisi ini membutuhkan seorang kasatreskrim yang mempunyai paradigma progresif sehingga mampu membuat terobosan dan inovasi meningkatkan kualitas profesionalisme para penyidiknya.
Prof Denny Indrayana dalam bukunya, Indonesia Optimis (2011:216) menyebutkan pengungkapan kasus korupsi harus makin menerapkan model modern investigation yaitu penyadapan, penyamaran, forensik audit dan lain-lain. KPK sedikit banyak telah menerapkannya meski masih harus ditingkatkan pelaksanaannya. Polisi juga telah melakukannya namun baru efektif menerapkan pada kasus terorisme, belum pada pengungkapan kasus korupsi.
Ini yang menjadi tantangan ke depan, akankah pembuat kebijakan di Polri bisa membaca celah ini. Bila sudah berhasil menerapkan pada penanganan terorisme, dengan kemauan yang ada bisa diadopsikan dalam penanganan korupsi. Tentu dibutuhkan biaya tidak sedikit karena untuk menerapkan model itu memerlukan sarana dan prasarana pendukung. Anggaran menangani perkara korupsi oleh Polri diplot Rp 35 juta/ kasus, atau 1/3 anggaran bagi KPK.
Sebagai salah satu institusi yang diberi kewenangan oleh undang-undang dalam pemberantasan korupsi bersama KPK dan kejaksaan, serta kondisi negara yang tengah berperang serius terhadap korupsi, sudah seharusnya terbangun semangat dan motivasi yang tinggi bagi jajaran kepolisian dengan memberdayakan para penyidik di level terdepan. Kepada jajaran kasatreskrim inilah harapan ditujukan. (10)
Herie Purwanto, Kasubbag Hukum Polres Pekalongan Kota, dosen Fakultas Hukum Universitas Pekalongan (Unikal)
Tulisan ini disalin dari Suara Merdeka, 20 September 2011