Menjelang Vonis, Terdakwa Korupsi ke Singapura
Alasan sakit dan berobat ke Singapura tampaknya banyak digunakan para terduga korupsi. Ini pula yang dilakukan Setyadi Laksono Halim, terdakwa kasus korupsi kerja sama operasional bahan galian C pasir Gunung Semeru.
Setyadi, yang dituntut 5 tahun penjara, sejak kemarin berada di Singapura dengan alasan berobat hingga Senin, 20 Juni mendatang. Padahal pada 21 Juni dia akan menghadapi sidang pembacaan putusan kasus yang merugikan negara Rp 5,2 miliar tersebut.
Menurut Yogi Arsono, juru bicara Pengadilan Negeri Lumajang, terdakwa sudah meminta izin tertulis kepada ketua majelis hakim Anne Rusiana. Sebelumnya, dalam sidang 13 Juni lalu, terdakwa memohon izin berobat ke Singapura kepada hakim. Namun hakim menolak karena permintaan diajukan secara lisan. Kemudian hakim meminta terdakwa mengajukan permohonan tertulis.
"Atas dasar kemanusiaan, majelis hakim mengizinkannya," kata Yogi. Terdakwa, dia melanjutkan, bersedia hadir dalam sidang Selasa mendatang dengan agenda pembacaan putusan. "Penasihat hukum, anak,serta istri terdakwa telah menjamin terdakwa hadir untuk mendengarkan putusan pekan depan."
Namun hakim tidak membuat penetapan secara tertulis pemberian izin itu. "Terdakwa tidak ditahan sehingga tidak perlu penetapan untuk pembantaran,"ujar dia.
Ia mengungkapkan, kondisi fisik terdakwa saat sidang Senin lalu juga terlihat tidak sehat."Mukanya menghitam, mata cekung, dan tangan bengkak-bengkak," ucapnya. Yogi menambahkan, terdakwa sebelumnya sempat dirawat selama seminggu di ICU Rumah Sakit PTP Jember. Sejumlah surat keterangan dari dokter PTP Jember juga disodorkan ke majelis hakim. Terdakwa didiagnosis tiga penyakit berbeda oleh dokter. "Salah satunya ginjal dan jantung,"katanya.
Kasus korupsi ini menyeret bekas Bupati Lumajang Achmad Fauzi dan bekas Sekretaris Kabupaten Endro Prapto Aryadi. Putusan keduanya akan dibacakan pada 21 Juni mendatang. Achmad Fauzi saat itu menyerahkan pengelolaan penambangan bahan galian C kepada Setyadi. Kerja sama itu berlangsung 20 tahun sejak 2004. Namun, setelah Achmad Fauzi lengser, bupati baru, Sjahrazad Masdar, menemukan kejanggalan dalam kerja sama itu.
Dia lalu meminta dilakukan audit oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. Hasilnya terungkap adanya kerugian negara Rp 5,2 miliar dalam kerja sama itu. Achmad Fauzi dan Endro dituntut 5 tahun.
Menanggapi kepergian terdakwa ke Singapura itu, aktivis lembaga swadaya masyarakat Lumbung Informasi Rakyat (Lira) menyayangkannya. "Izin berobat ke luar negeri itu seharusnya dikeluarkan setelah pembacaan putusan selesai dilakukan," ujarnya. DAVID PRIYASIDHARTA
Sumber: Koran Tempo, 16 Juni 2011