Menteri PU Tolak Kembalikan Dana Bank Dunia; Minta Bukti soal Korupsi Dua Proyek
Menteri Pekerjaan Umum (PU) Djoko Kirmanto akhirnya menanggapi temuan Bank Dunia atau World Bank soal adanya indikasi korupsi senilai USD 300 ribu pada dua proyek di departemennya yang dibiayai oleh lembaga itu. Dia juga menolak sanksi Bank Dunia agar Indonesia segera mengembalikan pinjaman yang dicairkan USD 4,7 juta.
Djoko meminta Bank Dunia lebih dulu menunjukkan bukti korupsi di departemennya. Dia mengaku telah menemui pejabat Bank Dunia di Jakarta untuk mengklarifikasi soal tersebut.
Saya katakan, pemerintah Indonesia sudah committed untuk membersihkan korupsi. Tetapi, saya keberatan kalau Menkeu diminta untuk mengembalikan USD 4,7 juta, katanya, usai hadir dalam Peringatan Detik-Detik Proklamasi di Istana Merdeka, Jakarta, kemarin.
Djoko akan menemui Menkeu Sri Mulyani dan meminta tidak terburu-buru mengembalikan dana proyek Bank Dunia itu. Saya keberatan kalau dia (Bank Dunia) minta Menkeu mengembalikan uang itu. Harus dibuktikan dulu dan kemudian dia (Bank Dunia) bilang oke, ujarnya.
Djoko mengakui, Bank Dunia telah memberikan tenggat waktu kepada pemerintah untuk membayar kembali dana proyek. Tetapi, dia tidak mengungkapkan kapan tenggat waktunya. Yang jelas, mereka minta cepat. Tetapi, kita tidak akan lakukan. Sebab, mereka tidak memberikan bukti, tegasnya.
Dana yang diminta kembali Bank Dunia adalah bagian dari paket pinjaman proyek infrastruktur transportasi East Indonesia Region Transport Project (EIRTP) dan Strategic Roads Infrastructure Project (SRIP) sebesar USD 200 juta. Dana USD 200 juta sudah dipakai semua, kecuali yang USD 6,3 juta, terang Djoko.
Dalam suratnya kepada Menkeu pada 27 Juni lalu, Bank Dunia meminta pemerintah Indonesia segera mengembalikan pinjaman. Bank Dunia mengklaim menemukan kecurangan berupa penyuapan yang dilakukan sejumlah kontraktor konsultan dalam tiga proyek EIRTP dan SRIP.
Sebagai hasil dari penyelidikan, kami menemukan bukti-bukti kuat yang mendukung tuduhan atas penyuapan, pelanggaran etika tender, dan sejumlah pembayaran ilegal dari tiga kontrak proyek pemerintah di bawah kontraktor utama WSP International melalui DPU, tulis Bank Dunia dalam suratnya.
Menurut Bank Dunia, dua kontrak yang diselewengkan itu didanai kesepakatan pinjaman EIRTP. Sisanya didanai hibah Policy & Human Resources Development (PHRD) dan fasilitas PPA. Berkaitan dengan penemuan pelanggaran tersebut, Bank Dunia meminta pemerintah mengembalikan pinjaman EIRTP yang dicairkan senilai USD 2.039.915, pinjaman PPA senilai USD 1.544.823, dan hibah PHRD senilai USD 1.124.594.
Bank Dunia juga membatalkan pinjaman yang belum dicairkan senilai USD 1.097.998 dari pinjaman EIRTP dan USD 501.332 dari fasilitas PPA. Tiga kontrak yang sudah dilaksanakan WSP senilai Rp 38,5 miliar dinyatakan tidak layak mendapat hibah maupun pinjaman itu, tulis Bank Dunia dalam suratnya.
Menkeu Sri Mulyani telah meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyelidiki temuan tersebut. Selain itu, BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) akan melakukan audit investigasi terkait temuan korupsi itu. (noe)
Sumber: Jawa Pos, 18 Agustus 2006