Mobil Mewah Disesali

Mensesneg Meralat Jumlah Mobil

Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah Laode Ida menyesalkan pengadaan mobil dinas pejabat negara yang baru, yaitu Toyota Crown Royal Saloon. Dia menilai, mobil itu terlalu mewah.

”Toyota Camry saja sudah mewah dan mahal. Apalagi ini Rp 1,3 miliar. Bedanya hampir Rp 800 juta. Kenapa harus diganti dengan Royal Saloon yang tak masuk akal,” ucapnya.

Menurut Laode, pembelian mobil pejabat itu menunjukkan bahwa penentu kebijakan tersebut jauh dari rasa keadilan rakyat. Kekecewaan ini pun diungkapkan Laode di Facebook- nya.

Laode yang pada periode sebelumnya juga mendapat fasilitas mobil dinas Toyota Camry mengaku bahwa mobil itu sesungguhnya masih layak pakai.

Diralat
Menteri Sekretaris Negara Sudi Silalahi, Selasa (29/12), mengoreksi pernyataan sebelumnya. Menurut dia, mobil dinas baru untuk menteri dan pejabat negara jenis Toyota Crown Royal Saloon yang mulai digunakan pekan ini berjumlah 79 unit. Sebanyak 34 di antaranya untuk para menteri di Kabinet Indonesia Bersatu II.

Sebelumnya, Sudi mengatakan bahwa anggota kabinet dan para pejabat lembaga negara mulai menggunakan 150 mobil dinas baru (Kompas, 29/12).

Sudi mengaku masih belum tahu berapa tepatnya nilai pengadaan mobil dinas baru itu. Namun, menurut dia, harga per mobil berkisar Rp 800 juta. ”Itu harganya Rp 800-an juta. Saya enggak tahu berapa tepatnya. Tetapi kalau ada pajak-pajak, itu kembali ke negara,” ujarnya.

Mobil dinas sebelumnya untuk menteri, Toyota Camry, menurut Sudi, akan segera dikembalikan kepada negara. ”Nanti itu dilelang, masuk ke kas negara. Begitu terima yang baru, yang lama dikembalikan,” ujarnya.

Mengenai mobil dinas baru, Menteri Komunikasi dan Informatika Tifatul Sembiring menyatakan, ia masih menggunakan mobil pribadinya, Toyota Fortuner. ”Belum ada pemberitahuan kepada saya,” katanya dalam jumpa pers akhir tahun, Selasa.

Tifatul mengatakan, mobil Toyota Crown itu tidak diberikan kepada pribadi-pribadi. Namun, mobil negara dan dinas tidak digunakan untuk kepentingan pribadi. Dengan demikian, statusnya sebagai kekayaan negara, bukan kekayaan pribadi.

Sebagai aset negara, mobil itu harus digunakan untuk kepentingan negara, bukan untuk pribadi atau kepentingan pribadi. ”Konfirmasi dari Setneg, harganya bukan Rp 1,3 miliar,” ujar Tifatul.

Kembalikan mobil dinas
Secara terpisah, Direktur Eksekutif Soegeng Sarjadi Syndicate Toto Sugiarto menambahkan, anggaran pengadaan mobil dinas kemungkinan diambil dari subsidi pemerintah untuk masyarakat miskin.

”Jadi seperti pelimpahan anggaran, subsidi dikurangi untuk dianggarkan menjadi fasilitas pejabat negara,” ujar Toto. (idr/sie/day/sut)

Sumber: Kompas, 30 Desember 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan