Muhammad Maftuh Basyuni: Saya Tidak Akan Lari
Menteri Agama Muhammad Maftuh Basyuni terus digoyang kasus dugaan penyalahgunaan Dana Abadi Umat. Ia bahkan sempat dilaporkan oleh Indonesia Corruption Watch (ICW) ke Komisi Pemberantasan Korupsi. Gara-garanya, Maftuh diduga menerima sejumlah uang dari Dana Abadi yang dikucurkan lewat sejumlah tunjangan dan biaya perjalanan dinas ke luar negeri.
Ditemui Dwi Wiyana, Abdul Manan, dan Aqida Swamurti dari Tempo di kantornya kemarin, pria kelahiran Rembang, Jawa Tengah, 4 November 1939, itu berbicara panjang-lebar soal kasus yang melilitnya.
Apa tanggapan Anda atas laporan ICW?
Perlu saya jelaskan, Dana Abadi Umat merupakan uang yang terkumpul dari hasil efisiensi penyelenggaraan haji. Ini diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji. Dana ini dikelola oleh Badan Pengelola, yang juga tertera dalam undang-undang tersebut. Pelaksanaan kerja badan itu diuraikan lewat Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 2001 tentang Badan Pengelola DAU. Di dalamnya disebutkan untuk apa Dana Abadi Umat, biaya-biaya pengelolaan bagaimana, dan sebagainya.
Selanjutnya, biaya pengelolaan yang diatur oleh Keputusan Presiden, perinciannya diatur oleh Keputusan Menteri Agama Nomor 88 Tahun 2003 tentang Penetapan Besarnya Biaya Pengelolaan DAU bagi Ketua Badan, Dewan Pengawas, Dewan Pelaksana, Biaya Taktis Perjalanan Dinas, dan lain-lain. Atas dasar itu semua, saya selaku Ketua Badan Pengelola dan seluruh Dewan Pengawas bisa mendapat honorarium, taktis perjalanan, dan sebagainya. Jadi, semua bukan atas kemauan kami sendiri.
Seperti apa penggunaan DAU sejak Anda menjabat menteri?
Saya menerima tunjangan dua kali, pada November dan Desember 2004, masing-masing Rp 15 juta, seperti diatur dalam Keputusan Menteri Nomor 88. Namun, saya melihat jumlahnya terlalu besar. Lalu, pada Januari 2005, saya merevisinya lewat Keputusan Menteri Agama Nomor 23 Tahun 2005, sehingga besaran tunjangan per bulan menjadi Rp 5 juta.
Anda juga menggunakan uang DAU untuk kunjungan dinas ke luar negeri?
Iya. Hal itu diatur dalam keputusan Menteri Agama. Yang juga harus diketahui, perjalanan itu tidak dibiayai oleh anggaran pendapatan dan belanja negara, sehingga tidak terjadi duplikasi. Akan tetapi, sejak DAU dibekukan, perjalanan dinas dibiayai oleh negara. Jika ditanyai, apa hubungannya perjalanan dinas ke Vatikan yang juga dibiayai oleh DAU, ya, karena saat itu tidak ada dana lain.
Jika pengeluaran DAU memiliki dasar hukum, mengapa Anda menutup rekeningnya pada Mei 2005?
Keputusan presiden tersebut multitafsir. Saya bisa mengatakan boleh, tapi Anda bisa mengatakan tidak boleh. Itu yang saya hindari. Jangan sampai saya masuk ke lubang yang sama dengan pendahulu saya.
ICW juga mempersoalkan tentang kelebihan pembayaran jemaah haji 2008 hingga lebih dari Rp 800 miliar. Tanggapan Anda?
Kami membuat kontrak dengan maskapai penerbangan tanpa menyebut perkiraan kenaikan atau penurunan harga minyak. Pengalaman tahun lalu, maskapai penerbangan rugi, dan dua kali mengajukan permintaan untuk tambahan ongkos, tapi tidak bisa saya penuhi. Lha, dari mana uang itu? Kami tidak bisa menagih kepada jemaah.
Logikanya, kalau sekarang saya minta uang kepada maskapai penerbangan karena adanya penurunan harga minyak, jawabannya akan sama. Saya pernah katakan, jika ICW bisa membantu untuk meminta kepada maskapai penerbangan, ya, silakan. Sebab, kalau saya minta, akan ditolak.
ICW melaporkan kasus ini ke KPK. Anda siap jika dipanggil penyidik?
Saya sudah pernah mengatakan agar KPK diberi kesempatan mempelajarinya. Kalau saya dipanggil, sebagai warga negara, memang mau lari ke mana?
Sumber: Koran Tempo, 7 Januari 2009