Nasib Lativi Bergantung pada Putusan Kasus Neloe
Kejaksaan Agung menunggu putusan kasasi Mahkamah Agung terhadap kasus korupsi PT Bank Mandiri Tbk. dengan terdakwa mantan Direktur Utama Bank Mandiri E.C.W. Neloe. Sikap itu terkait dengan upaya menentukan nasib kasus PT Lativi Media Karya milik mantan Menteri Tenaga Kerja Abdul Latief.
Karena motif kasusnya sama. Apalagi Lativi sudah membayar utangnya, kata jaksa penyidik kasus Lativi, I Ketut Murtika, ketika dihubungi Tempo kemarin.
Menurut dia, baik kasus Neloe maupun Lativi sama-sama bermula dari pemberian pinjaman oleh Bank Mandiri. Tapi kemudian debitor tidak dapat memenuhi jadwal pembayaran utang.
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan sebelumnya telah memutus bebas Neloe karena hakim menyatakan tidak ada kerugian negara dalam kasus ini. Penyidik kasus Lativi, kata Murtika, akan mengikuti putusan MA apakah akan melanjutkan berkas penyidikan ke pengadilan atau menghentikannya.
Sebelumnya, Pelaksana Tugas Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Hendarman Supandji pernah menyatakan pelunasan itu tak menghentikan kasus yang tengah disidik kejaksaan. Ia merujuk pada Pasal 4 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Korupsi bahwa pembayaran kerugian negara tak menghapuskan tindak pidana.
Ari Yusuf Amir, pengacara PT Lativi, menilai sikap kejaksaan menunggu putusan kasasi Neloe tidak tepat. Sebab, Neloe menjadi terdakwa dalam kapasitasnya sebagai pemberi pinjaman. Sedangkan kami sebagai nasabah yang menerima pinjaman. Dari situ saja sudah beda, kata Ari.
Lativi berutang pada Bank Mandiri senilai Rp 328 miliar. Utang ini dinilai berpotensi merugikan negara karena adanya dugaan penyalahgunaan peruntukan kredit. Tim penyidik Kejaksaan Agung telah menetapkan tiga tersangka dalam kasus ini, yakni mantan Direktur Utama Lativi Hasyim Sumijana dan bekas Direktur Utama Lativi Usman Djafar (kini Gubernur Kalimantan Barat) serta Abdul Latief selaku Komisaris Utama Lativi, yang ditetapkan menjadi tersangka sejak 1 Juni 2006.
Namun, dua pekan lalu Bank Mandiri mengaku telah menerima pelunasan utang Lativi. Pelunasan sisa utang senilai Rp 211 miliar itu dilakukan pada 23 Maret lalu setelah konsorsium Capital Managers Asia Pte. Ltd. menguasai 100 persen kepemilikan PT Lativi. Bisnis utama perusahaan yang berkantor pusat di Singapura dan Jakarta itu adalah pada manajemen investasi dan jasa penasihat keuangan.
Hingga kemarin, laporan tertulis tentang hal tersebut belum masuk ke tim penyidik kejaksaan. Padahal, kata Murtika, tanda bukti pelunasan utang berguna untuk mengembalikan agunan milik Lativi yang sebelumnya disita.
Total uang yang dibayarkan oleh Lativi dalam kredit ini adalah Rp 418 miliar, sedangkan utang pokoknya senilai Rp 328 miliar. Artinya, kata Murtika, Bank Mandiri telah memperoleh keuntungan bisnis sekitar Rp 90 miliar.
Mengenai tanda bukti pelunasan utang Lativi, menurut Ari, seharusnya bukti itu dikeluarkan oleh Bank Mandiri. FANNY FEBIANA
Sumber: Koran Tempo, 9 April 2007