Nazaruddin Akui Dana Penyuapan untuk Dinas
Ketua KPU mengakui, ada penyimpangan pelaksanaan kotak suara pemilu.
Ketua KPU Nazaruddin Sjamsudin mengatakan, dana yang digunakan menyuap auditor BPK Khairiansyah Salman dikeluarkan atas kepentingan kedinasan. Pernyataan ini disampaikan Nazaruddin sebagai saksi dalam lanjutan sidang kasus penyuapan KPU dengan terdakwa Wakil Sekjen KPU Sussongko Suhardjo. Saya tidak berhak melarang bila anggota KPU, sekjen, atau wasekjen melakukan penyimpangan karena pemberian uang itu dalam kepentingan kedinasan untuk kepentingan KPU, kata Nazaruddin kemarin.
Kepala Biro Keuangan KPU Hamdani Amin dalam kesaksiannya kemarin menyatakan, uang suap tersebut berasal dari dana taktis KPU, yang diambil dari dana rekanan, dalam hal ini PT Pos Indonesia. Dia mengaku, pada 4 April 2004 mendapat telepon dari Sussongko, Tolong diberikan dana Rp 100 juta kepada Pak Mulyana sekarang juga. Saat itu ia menjawab, Ya, Pak. Dia langsung memberikan empat traveler check masing-masing Rp 25 juta kepada Mulyana.
Hamdani mengaku diminta Nazaruddin menyimpan dana taktis tersebut. Menurut dia, inisiatif mengambil uang suap itu dari pos dana taktis berasal dari dirinya. Dia menjelaskan, sumber keuangan KPU berasal dari APBN, negara-negara donor, dan sumber informal. Yang dimaksud dengan sumber informal, yakni pemberian dari pihak ke-3: rekanan KPU, termasuk PT Pos Indonesia.
Hakim mempertanyakan kuitansi dana Rp 100 juta, karena ditandatangani Hamdani sebagai pihak pembayar dan tidak ada penjelasan tentang maksud pemakaiannya. Saudara sebagai orang penting di bidang keuangan kok bisa begini? Bisa kacau negara kita kalau seperti ini terus, kata ketua majelis hakim Mansyurdin Chaniago sambil menggeleng-gelengkan kepala.
Jaksa penuntut umum Muhibuddin juga mempertanyakan, mengapa Hamdani sebagai Kepala Biro Keuangan merangkap jadi pemegang kas. Padahal dalam peraturan hal itu tidak diperkenankan. Apakah KPU diperbolehkan menerima sumber-sumber dana lain di luar APBN? Mendapat pertanyaan itu, Hamdani menyatakan bahwa hal itu tidak secara tegas diatur dalam keppres. Dia juga mengatakan tidak melaporkan penggunaan dana taktis secara tertulis, baik kepada Sekjen maupun Ketua KPU. Semua anggota KPU tahu ada dana taktis yang saya simpan, katanya.
Dalam kesaksiannya, Nazaruddin mengakui, ada penyimpangan pada pelaksanaan kotak suara, misalnya dalam prosedur pengadaan, ketebalan kotak suara, dan pergantian perusahaan pemenang tender. Menurut dia, sekjen yang menangani penggunaan dana KPU yang berasal dari sumber-sumber lain di luar APBN. Sesuai dengan Keppres Nomor 54, dana pengelolaan anggaran ditangani sekjen. Jadi penanggung jawabnya sudah jelas. Yang bisa menjawab itu hanya Saudara Sekjen, katanya. JOJO RAHARJO
Sumber: Kompas, 28 Juli 2005