Ngotot Revisi UU KPK, DPR Sekedar Selamatkan Diri
(Jakarta-antikorupsi.org) Konflik kepentingan menjadi faktor utama kenapa akhirnya DPR tegas dan sepakat untuk merevisi UU KPK. Data KPK menyatakan, sejak 2004 hingga kini ada 76 kader parpol yang telah terjerat kasus korupsi oleh KPK. Selain itu, tuduhan DPR atas adanya abuse of power pada KPK sebagai justifikasi menjadi landasan DPR untuk merevisi UU KPK tanpa bukti yang kuat. Masuknya revisi UU KPK pada prolegnas 2015 tidak didasari oleh landasan yang cukup, sehingga jelas tidak tidak diperlukan nya revisi UU KPK maka Presiden Jokowi harus bertindak cepat dan tegas.
Menurut catatan ICW, ada beberapa anggota DPR dan DPRD yang terseret kasus korupsi dan terungkap oleh KPK melalui proses penyadapan. Sebenarnya dalam mengungkap kasus korupsi, proses penyadapan hanya merupakan salah cara yang digunakan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Meskipun cara penyadapan cukup efektif untuk mengungkap kasus korupsi.
DAFTAR ANGGOTA DPR/DPRD YANG TERLIBAT DALAM DUGAAN PERKARA KORUPSI
DAN TERUNGAKP MELALUI PROSES PENYADAPAN
Nama |
Partai |
Kasus |
Vonis |
Ardiansyah |
PDI-P |
perkara dugaan kasus suap tambang di Kabupaten Tanah Laut. |
Masih dalam proses penanganan. |
Sutan Bhatoganan |
Demokrat |
dugaan kasus suap SKK Migas |
Masih dalam proses penanganan |
Angelina Sondakh |
Demokrat |
kasus korupsi pembangunan wisma atlet di Bogor |
12 tahun penjara. |
Al AminNasution |
PPP |
kasus korupsi alih fungsi hutan lindung tanjung saipi-api |
8 tahun penjara |
Lutfi Hasan Ishaaq |
PKS |
kasus suap dari PT Indoguna Utama terkait kuota impor daging |
18 tahun penjara. |
Zulkarnaen Jabar |
Golkar |
kasus korupsi AL-Qur'an |
15 tahun penjara. |
BulyanRoyan |
PBR |
terlibat kasus korupsi penagdaan kapal patrolo di departemen perhubungan |
6 tahun penjara |
Adam Munandar |
Gerindra |
kasus dugaan suap pembahasan RAPBD Musi Banyuasin |
Masih dalam proses penanganan. |
Bambang Kariyantodaker |
PDI-P |
dugaan kasus suap pembahasan RAPBD Banyuasin. |
Masih dalam proses penanganan |
Fuad Amin |
Gerindra |
dugaan kasus suap jual beli gas alam PT. MKS Bangkalan |
Masih dalam proses penanganan |
Abdul Hadi Djamal |
PAN |
kasus korupsi proyek pembangunan dermaga di kawasan Indonesia Timur |
3 tahun penjara |
Upaya merevisi UU KPK bukan hanya dilakukan saat ini. Tahun 2012, ada usulan merevisi dengan substansi yang sama. Namun seluruh fraksi di DPR menolak merevisi UU KPK, namun keadaannya terbalik saat ini karena hampir semua anggota dewan sepakat untuk merevisi.
Selain pembatasan kewenangan penyadapan, isu krusial lainnya ialah pembentukan dewan pengawas KPK, penghapusan kewenangan penuntutan, pengetatan rumusan 'kolektif-kolegial’, dan pengaturan terkait Plt pimpinan jika berhalangan hadir.
Sebelumnya sikap penolakan pemerintah telah diutarakan oleh Menteri Sekretaris Negara Pratikno. Dia menyatakan Presiden tidak ada niatan untuk merevisi Undang-Undang KPK. Presiden menghendaki fokus untuk merevisi undang-undang tentang KUHP dan KUHAP yang memang itu sudah menjadi agenda lama yang harus diprioritaskan. Partikno juga menjelaskan telah Presiden sudah mengutus Menteri Hukum dan HAM (MenkumHAM) Yasonna Laolly untuk menyurati DPR.
"Saya mendengar Menkumham itu telah mengirimkan surat pada pimpinan DPR. Mungkin surat yang disampaikan Menkumham berkaitan dengan itu (penolakan)," kata Menteri Sekretaris Negara Pratikno di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (25/6/2015).
Oleh karena itu, dengan kewenangan yang dimiliki Presiden dapat menarik diri dalam pembahasan revisi RUU KPK dengan DPR. hal tersebut diatur dalam UU Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Pada Pasal 49 ayat (2) UU Nomor 12 Tahun 2011 menyatakan “terhadap RUU Inisiatif DPR maka Presiden menugasi menteri yang mewakili untuk membahas Rancangan Undang-Undang bersama DPR dalam jangka waktu paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak surat pimpinan DPR diterima”.
Dengan jangka waktu yang telah ditentukan dalam UU, presiden dapat untuk tidak mengutus MenkumHAM dalam membahas revisi UU KPK dengan DPR. Jika DPR tetap membahas maka hal tersebut tidaklah sah. (ayu-Abid)