Notaris Keberatan Biaya Akses Sisminbakum

Romli pernah menjanjikan Sisminbakum bakal menguntungkan keuangan negara.

Ikatan Notaris Indonesia merasa terpaksa membayar pungutan biaya akses Sistem Administrasi Badan Hukum atau Sisminbakum. Menurut bekas Ketua Ikatan Notaris Harun Kamil, organisasinya pernah menyatakan keberatan atas pungutan ini kepada Direktorat Jenderal Administrasi Badan Hukum Umum Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia sebagai penyelenggara Sisminbakum.

”Direktur Jenderal AHU (Romli Atmasasmita) saat itu mengatakan biaya akses sebesar itu sudah dihitung akuntan,” kata Harun saat memberikan kesaksian di persidangan kasus dugaan korupsi Sisminbakum dengan terdakwa Romli Atmasasmita di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan kemarin.

Menurut Harun, saat itu pihak direktorat tak menggubris keberatan notaris. Organisasinya, kata Harun, juga berkali-kali menanyakan perhitungan biaya itu kepada PT Sarana Rekatama Dinamika, rekanan direktorat dalam proyek Sisminbakum. ”Hingga tidak lagi menjabat Ketua Ikatan Notaris, saya tak tahu dari mana angka-angka dalam biaya akses itu berasal,” kata Harun.

Kasus ini bermula ketika Romli menjabat Direktur Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU) di Departemen Hukum dan HAM pada 2001. Romli, atas perintah atasannya saat itu, Menteri Kehakiman dan HAM Yusril Ihza Mahendra, menerapkan pelayanan permohonan dan pendirian perusahaan dari notaris secara online.

Untuk dapat mengakses sistem yang kelak dikenal sebagai Sisminbakum itu, notaris dikenai sejumlah biaya. Tapi, dalam penyelidikan jaksa, duit pungutan yang disebut biaya akses itu tak masuk ke kas negara, melainkan ke rekening PT Sarana sebagai penyedia jasa aplikasi Sisminbakum, dan pihak Direktorat. Akibatnya, dari 2001 hingga 2008, negara diduga dirugikan Rp 415 miliar.

Dalam persidangan itu Harun juga mengungkapkan bahwa Romli pernah menjanjikan Sisminbakum bakal menguntungkan keuangan negara. Alasan Romli saat itu, kata Harun, keuangan negara bertambah seiring dengan perubahan biaya pendirian akta perusahaan setelah Sisminbakum berlaku. Hal itu, kata Harun, dikatakan Romli di depan para notaris di Bandung pada Mei 2000.

Sebelum Sisminbakum diterapkan, kata Harun, notaris hanya membayar Rp 200 ribu agar permohonan pendirian perusahaan dikabulkan. Duit Rp 200 ribu itu, kata dia, masuk kas negara sebagai pendapatan negara bukan pajak (PNBP).

Tapi, dia melanjutkan, setelah Sisminbakum berlaku, besaran PNBP itu tetap tak berubah. Dengan Sisminbakum, notaris harus membayar hingga Rp 2 juta setiap kali memohon akta perusahaan. “Setelah Sisminbakum diterapkan, uang yang disetorkan ke kas negara sebagai PNBP tetap Rp 200 ribu,” ujarnya.

Adapun Romli membantah anggapan bahwa notaris keberatan dibebani biaya akses. Menurut Romli, pada dua pertemuan setelah Sisminbakum berjalan, notaris malah meminta kebijakan itu diteruskan. Tapi ia tak menyangkal pernah mengatakan keuangan negara bakal diuntungkan dengan Sisminbakum.ANTON SEPTIAN

Sumber: Koran Tempo, 9 Juni 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan