Nunun ”Kabur” ke Kamboja
Nunun Nurbaeti, tersangka kasus dugaan suap cek pelawat pemilihan Deputi Gubernur Senior BI Miranda Goeltom, ternyata telah meninggalkan Thailand dan kini berada di Kamboja. Istri anggota Komisi III DPR Adang Daradjatun itu pergi dari Negeri Gajah Putih pada 23 Maret 2011.
Hal itu membuat Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mempertimbangkan pengenaan status buron terhadap Nunun. Menurut Wakil Ketua KPK Haryono Umar, KPK akan segera mengirim permohonan penetapan red notice untuk Nunun kepada kepolisian internasional atau Interpol.
”Minggu ini akan disampaikan permintaan red notice kepada Interpol. Sudah disiapkan, tetapi belum disampaikan,” kata Haryono di kantornya, Senin (6/6).
Red notice merupakan istilah untuk surat perintah penangkapan internasional.
Artinya, Nunun akan ditetapkan sebagai buronan internasional dan masuk dalam daftar pencarian orang (DPO).
Direktur Jenderal (Dirjen) Imigrasi Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) Bambang Irawan mengatakan, Nunun pergi ke Kamboja pada 23 Maret 2011, jauh sebelum paspornya ditarik oleh pemerintah pada 26 Mei. Dia menjelaskan, pihaknya baru mengetahui Nunun berada di Phnom Penh, Kamboja, beberapa hari lalu.
”Dua hari yang lalu kami dapat informasi dari sumber di Thailand bahwa dia sudah berada di Kamboja,” kata Bambang. Ia menambahkan, karena paspor Nunun telah ditarik, maka posisinya ”terkunci” di negara itu. ”Secara normatifnya begitu (terkunci). Dia tidak bisa ke mana-mana lagi,” katanya.
Pihaknya juga telah mengeluarkan Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP) untuk Nunun. Artinya, Nunun bisa langsung dipulangkan ke Tanah Air bila telah ditemukan. Menindaklanjuti permintaan KPK, Imigrasi bekerja sama dengan Kementerian Luar Negeri terus memonitor keberadaan Nunun.
Nunun ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK pada akhir Februari 2011. Sejak itu, KPK belum bisa menghadirkan sosialita tersebut dalam proses penyidikan kasus suap terkait pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia tahun 2004.
KPK mendeteksi Nunun di Singapura dan Thailand. KPK secara intensif berkoordinasi dengan lembaga penegak hukum di Thailand untuk mengekstradisi Nunun. KPK bahkan menerbangkan tim khusus ke negara itu. Namun, Nunun tak ditemukan di sana. KPK juga melakukan koordinasi serupa dengan Singapura dan Hong Kong.
Perjanjian Ekstradisi
Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar mengatakan, pihaknya mengetahui keberadaan Nunun di Kamboja dari komunikasi yang dilakukan oleh kantor Imigrasi Indonesia dengan Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) di Thailand.
ìItu berdasarkan data dokumen perjalanan yang dilacak oleh Imigrasi. Apa sekarang masih di Phnom Penh atau tidak, kita tidak tahu. Tapi dia pernah ke sana (dari Thailand) tanggal 23 Maret 2011,î terangnya.
Jika Nunun masih berada di Kamboja, maka tidak mudah bagi pemerintah Indonesia untuk memulangkannya. Pasalnya, kedua negara belum memiliki perjanjian ekstradisi. Pemerintah juga belum mendapat kepastian tentang keberadaan Nunun dari KBRI di Kamboja. Menurut Patrialis, tidak mudah mendapatkan data dari negara lain.
Sementara itu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) telah menginstruksikan Menteri Luar Negeri Marty Natalegawa untuk memfasilitasi pemulangan Nunun.
”Prosesnya sudah berjalan. Instruksi presiden sudah jelas melalui Menteri Luar Negeri,” kata Staf Khusus Presiden Bidang Luar Negeri Teuku Faizasyah, di Kantor Presiden, Senin.
Faizasyah menduga, Nunun memiliki lebih dari satu paspor. Sebab, dia masih bisa bepergian ke luar negeri. Padahal, Kementerian Hukum dan HAM telah mencabut paspornya. Faizasyah menambahkan, pemulangan Nunun tidak memerlukan perjanjian ekstradisi dengan negara lain, cukup dilandasi hubungan baik kedua negara.
Di lain pihak, Wakil Ketua DPR, Pramono Anung meragukan keseriusan pemerintah untuk memulangkan Nunun ke Indonesia. ”Ini menunjukkan, apakah (ada) keseriusan untuk menyelesaikan permasalahan ini. Saya melihat, dalam hal ini pemerintah, utamanya penegak hukum termasuk KPK, maju mundur,” ujar Pramono.
Menurutnya, kabar yang menyebutkan bahwa Nunun berada di Kamboja menunjukkan betapa lemahnya hubungan diplomatik Indonesia dengan negara lain.
Ia juga meragukan upaya pemerintah dalam mencabut paspor Nunun, apakah serius atau hanya main-main. Pasalnya, Nunun masih bisa berpindah-pindah dari satu negara ke negara lain.
”Kalau pemerintah waktu itu serius cabut (paspor), persoalannya sudah selesai, dia tidak punya kewarganegaraan. Sebab, bagaimanapun seorang warga negara sangat bergantung pasa paspornya. Kalau paspornya dicabut, dia tidak bisa ke mana-mana,” tegas Pramono. (J13,K32,J22,A20-59)
Sumber: Suara Merdeka, 7 Juni 2011