Oentarto Ditahan KPK
Setelah lebih dari setahun ditetapkan sebagai tersangka, mantan Direktur Jenderal Otonomi Daerah Departemen Dalam Negeri Oentarto Sindung Mawardi, Selasa (2/6) sekitar pukul 18.45, ditahan Komisi Pemberantasan Korupsi.
KPK menetapkan Oentarto sebagai tersangka pada 12 Mei 2008. Status itu dijatuhkan karena Oentarto diduga pada Desember 2002 menerbitkan Radiogram Menteri Dalam Negeri Nomor 22 Tahun 2002 tentang pengadaan mobil pemadam kebakaran di sejumlah daerah, dengan menggunakan pompa bermerek Tohatsu Type V 80 ASM. Spesifikasi ini hanya dimiliki PT Istana Sarana Raya, yang dipimpin Hengky Samuel Daud.
Akibat radiogram itu, sejumlah kepala daerah diproses hukum oleh KPK. Mereka itu, antara lain, mantan Gubernur Jawa Barat Danny Setiawan, mantan Gubernur Riau Saleh Djasit, mantan Wali Kota Makassar Baso Amirrudin Maula, dan mantan Wali Kota Medan Abdillah. Hengky juga ditetapkan sebagai tersangka, tetapi ia sekarang tidak diketahui keberadaannya.
Oentarto diduga juga menandatangani surat yang ditujukan kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai, untuk melakukan pembebasan bea masuk pajak dalam rangka impor mobil pemadam kebakaran merek Morita.
Akibat perbuatan Oentarto ini, menurut KPK, negara dirugikan sekitar Rp 30 miliar.
Ketika akan meninggalkan Gedung KPK ke Rumah Tahanan Negara (Rutan) Cipinang, Jakarta, tempat dia ditahan, Oentarto menilai penahanannya hanya untuk mempercepat proses.
Saat ditanya keterlibatan mantan atasannya, Menteri Dalam Negeri Hari Sabarno dalam kasusnya, Oentarto yang mengenakan safari lengan panjang warna coklat mengatakan, ”Pak Hari nanti menyusul. Doakan saja.”
Firman Wijaya, penasihat hukum Oentarto, berharap KPK bersikap adil, dengan memproses hukum pihak lain yang diduga terlibat kasus ini.
Tuntutan itu muncul karena Oentarto juga dijerat dengan Pasal 55 Ayat (1) Ke-1 KUHP. ”Ini berarti, KPK memandang tindakan (Oentarto) itu dilakukan bersama-sama. Karena itu, pelaku lain harus diproses hukum, seperti Hengky Samuel Daud dan atasan Oentarto,” ujar Firman.
Dalam pengusutan kasus ini, KPK beberapa kali memeriksa Hari Sabarno, misalnya, pada 24 Oktober dan 7 November 2008.
Tolak PK Saleh
Secara terpisah, Selasa, Mahkamah Agung (MA) menolak permohonan Peninjauan Kembali (PK) Saleh Djasit. MA menilai tidak ada bukti baru yang dikategorikan sebagai novum (bukti baru) yang bisa membebaskan terdakwa dari jeratan hukum.
Putusan itu diambil majelis PK yang diketuai Artidjo Alkostar, Selasa. Hakim anggota yang turut memutus perkara itu adalah MS Lumme, Imam Harjadi, Sofian Martabaya, dan Hamrad Hamid.
”Dengan demikian, putusan Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) tetap berlaku,” ujar Artidjo ketika dihubungi Kompas. (nwo/ana)
Sumber: Kompas, 3 Juni 2009
{mospagebreak title=Oentarto Berdoa Hari Menyusul}
Oentarto Berdoa Hari Menyusul
Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan mantan Dirjen Otonomi Daerah Depdagri Oentarto Sindung Mawardi setelah diperiksa sejak pagi hingga malam hari kemarin.
Oentarto ditahan di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Cipinang setelah ditetapkan sebagai tersangka sejak 12 Mei 2008 dalam kasus dugaan korupsi mobil pemadam kebakaran (damkar). Sebelumnya dia diperiksa selama sembilan jam hingga terlihat capai.
“Ya,mungkin untuk mempercepat (proses penyidikan) saja," ujar Oentarto terkait penahanannya seusai diperiksa di Gedung KPK, Jakarta, tadi malam. Oentarto yang didampingi penasihat hukumnya,Firman Wijaya tidak banyak menjawab pertanyaan wartawan.
Dia hanya meminta KPK juga menetapkan mantan Menteri Dalam Negeri Hari Sabarno sebagai tersangka dan ditahan.“Pak Hari Sabarno nanti menyusul.Doakan saja supaya menyusul, jangan saya sendiri,” tandasnya sambil memasuki mobil tahanan bernomor polisi B2040BQ.
Oentarto dianggap bertanggung jawab karena menandatangani radiogram yang ditujukan kepada seluruh kepala daerah di Indonesia.Isinya untuk pengadaan mobil damkar menggunakan pompa bermerek Tohatsu Type V 80 ASM.Radiogram tersebut yang akhirnya membuat sejumlah kepala daerah membeli mobil damkar yang belakangan terindikasi korupsi.
Oentarto juga diduga bertanggung jawab atas surat yang ditujukan kepada Direktur Jenderal Bea Cukai untuk melakukan pembebasan bea masuk pajak dalam rangka impor mobil damkar merek Morita. Juru Bicara KPK Johan Budi SP menjelaskan,kedua surat tersebut diduga menjadi alasan pemerintah provinsi, kabupaten, dan kota di Indonesia mengadakan mobil damkar dengan menunjuk PT Satal Nusantara dan PT Istana Sarana Raya sebagai rekanan penyedia barang.
“Akibat perbuatan tersangka, negara diduga mengalami kerugian sekitar Rp30 miliar,” ungkap Johan. Oentarto disangka melanggar Pasal 2 ayat 1, Pasal 3,Pasal 5 ayat 2,Pasal 11,dan atau Pasal 12 huruf b UU No 31/1999 tentang Pemberantasan Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 atau Pasal 56 ke-2 KUHP.
“Untuk kepentingan penyidikan,KPK menahan yang bersangkutan selama 20 hari,”kata Johan. Sementara itu, penasihat hukum Oentarto, Firman Wijaya, memprotes keras proses penyidikan dan penahanan kliennya. Firman menilai proses hukum yang dilakukan KPK tidak fair.Apalagi jika merujuk pada Pasal 55 dan Pasal 56 yang menyebutkan, turut serta dan membantu.
“Kehadiran Hengky (Samuel Daud) tidak bisa ditawar-tawar, dan atasan yang memerintahkan Pak Oentarto untuk mengeluarkan surat semacam ini tentu (harus dijerat) kalau pasal itu yang digunakan,” tegas Firman. Hengky adalah Direktur PT Istana Sarana Raya yang menjadi rekanan seluruh kepala daerah untuk mengadakan mobil damkar itu.
Oentarto mengenal Hengky melalui Hari Sabarno yang kala itu menjabat Mendagri. Hengky disebut sebagai teman dekat Hari. Atas permintaan Hari Sabarno itu, lanjut Firman, kliennya menerbitkan radiogram tersebut dan melibatkan Hengky untuk pengadaan mobil damkar. “Kalau Pak Oentarto jadi tersangka tunggal, tidak fair. Seharusnya dia tidak sendiri.
Pasal ini jelas menyebutkan,” tuturnya. Kasus ini bermula dari penyelidikan KPK terhadap dugaan tindak pidana korupsi dalam penerbitan radiogram pengadaan mobil damkar yang menggunakan APBD 2002 hingga 2005. Oentarto yang pada Periode Maret 2002 hingga Oktober 2004 menjabat sebagai Dirjen Otda Depdagri mengaku mendapat instruksi dari Hari Sabarno, Mendagri waktu itu, untuk menerbitkan radiogram pengadaan mobil damkar.
Untuk memuluskan pengadaan itu,Hari mengenalkan Oentarto kepada Hengky. Setelah beberapa kali diminta,lahirlah radiogram tersebut pada Desember 2002. Selain Oentarto, KPK juga sudah menetapkan beberapa kepala daerah sebagai tersangka di antaranya Wali Kota Medan Abdillah,Wakil Wali Kota Medan Ramli,Wali Kota Makassar Amiruddin Baso Maula,mantan Gubernur Jawa Barat Danny Setiawan, mantan Gubernur Riau Saleh Djasit,dan pemimpin proyek mobil damkar Kalimantan Timur Ismet Rusdani.
MA Tolak PK Saleh Djasit
Di bagian lain Mahkamah Agung (MA) kemarin menolak peninjauan kembali (PK) yang diajukan terpidana kasus korupsi dalam proyek pengadaan 20 mobil damkar di Provinsi Riau,Saleh Djasit. “MA menolak permohonan terpidana sehingga yang bersangkutan tetap harus menjalani hukuman sesuai putusan pengadilan tingkat pertama,”kata anggota majelis hakim kasasi MS Lumme saat dihubungi wartawan di Jakarta kemarin.
MS. Lumme menjelaskan, pertimbangan penolakan itu karena majelis tidak menemukan kekeliruan yang nyata dalam putusan pengadilan pertama di Pengadilan Tipikor pada 28 Agustus 2008. Majelis juga tidak menemukan ada kekeliruan yang dilakukan hakim pengadilan sebelumnya.
Majelis, lanjut Lumme, juga tidak menemukan ada bukti baru (novum) yang diajukan. "Tidak ada kesalahan hakim dan tidak ada kekeliruan nyata sehingga putusannya dikembalikan pada putusan pengadilan tingkat pertama," kata Lumme, sambil menegaskan, "Vonis kembali ke tingkat pertama dan putusan sudah bulat."
Sebelumnya, pada putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, majelis hakim menjatuhkan vonis empat tahun penjara terhadap Saleh Djasit. Selain itu, mantan anggota Komisi VII DPR ini juga harus membayar denda Rp200 juta subsider enam bulan kurungan. Majelis menilai Saleh Djasit terbukti melakukan tindak pidana korupsi dalam pengadaan 20 unit mobil pemadam kebakaran di Provinsi Riau pada 2003.
Sementara itu, tiga terdakwa kasus dugaan korupsi pengadaan mobil pemadam kebakaran (damkar) dan alat-alat berat dalam APBD Jawa Barat tahun 2003–2004 mengakui mereka menerima uang dari para rekanan. Mereka menerima uang-uang tersebut dari Direktur PT Istana Sarana Raya Hengky Samuel Daud dan dari Direktur PT Setia Jaya Mobilindo Yusuf Setiawan.
Ketiga terdakwa yang dimaksud, yakni mantan Gubernur Jabar Danny Setiawan, mantan Kepala Biro Perlengkapan Pemprov Jabar Wahyu Kurnia,dan mantan Kepala Biro Pengendalian Program Ijuddin Budhayana. Hal tersebut terungkap dalam sidang lanjutan dugaan korupsi damkar dan alat-alat berat Provinsi Jabar dengan agenda pemeriksaan terdakwa di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta, kemarin.
"Saya pernah menerima uang dari Daud dan Pak Yusuf Setiawan. Namun, jumlah yang saya terima berbeda dengan yang tercantum dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) KPK,”ungkap Danny menjelaskan. (rd kandi/m purwadi)
Sumber: Seputar Indonesia, 2 Juni 2009