Oknum pejabat restui rekayasa kayu pendhem [02/06/04]
Bojonegoro, Surya - Dugaan rekayasa kayu jati curian menjadi kayu pendhem sebagaimana diungkapkan Bojonegoro Corrruption Watch (BCW) mulai menampakkan bukti.
Administratur (ADM) KPH Perhutani Bojonegoro, Ir Wibowo Hadi melalui Ajun Koorkamnya, Hardjito SH mengatakan, sejak tahun 2003, tepatnya tanggal 23 Agustus 2003, pihaknya meminta kepada semua anak buahnya, muspida dan muspika agar hati-hati terhadap rekayasa kayu pendhem.
Melalui suratnya nomor 921/058.2/koorkam/Bjn/II, Wibowo Hadi membuat ciri-ciri khusus kayu pendhem dan disampaikan kepada jajaran berwenang. Jika menemukan kayu yang diklaim sebagai kayu pendhem, namun ciri-cirinya tidak sesuai dengan kayu pendhem, maka anak buahnya segera diminta koordinasi dengan jajaran kepolisian untuk menangkapnya.
Namun kenyataannya, surat itu tak banyak berpengaruh. Justru sekarang ini, oknum pejabat muspika yang berperan penting dalam keluarnya surat pengesahan kayu pendhem diyakini ikut bermain. Kendati mengetahui kayu curian, oleh para oknum pejabat setempat dikatakan kayu pendhem.
Memang kenyataan di lapangan seperti itu, kata Hardjito, Ajun Koorkam KPH Bojonegoro kepada Surya di ruang tugasnya, Senin (31/5).
Dari penuturan sejumlah sumber, modus rekayasa kayu pendhem dilakukan bersama-sama antara pengusaha dengan oknum pejabat. Begitu ditemukan 2-3 batang kayu yang benar-benar kayu pendhem, pengusaha langsung melaporkan ke pejabat setempat bahwa di lokasi itu terdapat puluhan kayu pendhem yang berhasil ditemukan.
Setelah itu, mereka minta surat pengesahan kayu pendhem yang jumlahnya tak sesuai dengan jumlah kayu pendhem asli yang ditemukan. Untuk menambah jumlah kayu pendhem itu lebih banyak, maka pengusaha mengumpulkan kayu curian yang diklaim menjadi kayu pendhem.
Celakanya, tanpa meneliti dengan cermat, oknum pejabat yang berwenang menyetujui bahwa kayu yang sebenarnya hasil curian menjadi kayu pendhem.
Modus seperti ini juga dibenarkan Hardjito. Menurutnya, salah satu modusnya memang mengubah kayu curian menjadi kayu pendhem. Itu sebabnya Perhutani resmi memboikot tanda tangan Berkas Pengesahan Perkara (BAP) kayu pendhem.
Meski tak ada tanda tangan Perhutani, tapi berkas itu tetap dianggap sah, sehingga Perhutani ditinggal, tambah Hardjito.
Dalam berkas laporannya, dalam 4 bulan terakhir, KPH Perhutani Bojonegoro telah kehilangan sedikitnya 2.407 pohon jati, dengan taksiran kerugian Rp 973.463 juta.
Jika pengesahan kayu pendhem oleh beberapa oknum pejabat tak dihentikan, diyakini tak lama lagi hutan Bojonegoro habis dicuri. Karena yang disahkan sesungguhnya bukan kayu pendhem melainkan kayu curian.
Yang menarik, Selasa (1/6) siang, PN Bojonegoro akan memutuskan 4 terdakwa yang diduga menjadi biang keroknya kayu pendhem siluman di Bojonegoro. (rid)
Sumber: Surya, 2 Juni 2004