Oposisi Jalanan Akan Menguat
Oposisi jalanan dinilai akan menguat menyusul kekecewaan publik terhadap Dewan Perwakilan Rakyat. Dewan yang diharapkan bisa menjadi penyeimbang kekuasaan ternyata tak memiliki sikap kritis dan cenderung membela penguasa.
Ketua Forum Rektor Indonesia Edy Suandi Hamid, Minggu (8/11), mengatakan, indikasi gerakan rakyat yang menguat itu terlihat dari semakin maraknya unjuk rasa jalanan dan dukungan pengguna jejaring sosial Facebook kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang pada pukul 21.30 telah mencapai 1.119.266. Selain mendukung pembebasan Bibit Samad Rianto dan Chandra M Hamzah, gerakan di Facebook juga merembet ke masalah pengungkapan skandal Bank Century.
Untuk merespons perkembangan itu, menurut Edy, Forum Rektor Indonesia telah berkumpul di Kampus Universitas Surabaya (Ubaya Training Center), Mojokerto, Jawa Timur, selama dua hari ini.
Salah satu rekomendasi pertemuan itu adalah ”Presiden dan para pejabat negara harus lebih terbuka dan cepat menanggapi situasi yang berkembang di masyarakat. Jika tidak, informasi salah yang berkembang akan semakin memperkeruh suasana, menjadikan penanganan masalah lebih berat, dan berpotensi menimbulkan konflik antarkomponen bangsa”.
Menurut Edy, apa yang dilakukan DPR saat memanggil Polri sebaiknya jangan diulang saat memanggil Kejaksaan Agung. ”Jika tidak, kredibilitas mereka akan tambah hancur di mata rakyat,” ujarnya.
”Kita tidak ingin nonton sandiwara. DPR seharusnya menggali informasi yang menjadi pertanyaan publik. Misalnya, Polri dan kejaksaan seolah-olah ikut merekayasa. Ini harus diklarifikasi sejelas-jelasnya. Kalau DPR masih berperilaku seperti kemarin, tidak mengejar pernyataan dengan tuntas, kredibilitasnya semakin turun,” kata Edy.
Tak mewakili
Secara terpisah, aktivis politik Fadjroel Rachman mengatakan, Komisi III DPR telah menjadi humas Polri. ”Kalau DPR dan Presiden memiliki sikap melawan korupsi, silakan datang kemari bergabung dengan rakyat,” kata Fadjroel di depan pengunjuk rasa di Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta. Sekitar 1.000 orang mengikuti unjuk rasa dan konser musik antikorupsi yang digalang komunitas Cintai Indonesia Cintai KPK (Cicak).
Ari (24), salah seorang facebooker yang turut serta dalam aksi itu, menyatakan kekesalannya terhadap proses hukum yang dilakukan Polri terhadap dua unsur pimpinan KPK tersebut. ”Kami menuntut keadilan dan pemerintah serius memberantas korupsi. DPR juga jangan hanya jadi pembela polisi,” katanya.
Pengamat komunikasi politik dari Universitas Indonesia, Effendi Gazali, menilai forum facebookers pendukung KPK lebih baik dibandingkan dengan anggota DPR dalam menilai kisruh yang terjadi antara KPK dan Polri. ”Facebookers lebih baik ketimbang DPR. Terlebih Komisi III pertanyaannya ketika mengklarifikasi kepada Kapolri sama sekali tidak mewakili masyarakat,” ujarnya.
Mempertemukan
Dalam jumpa pers terpisah di Hotel Mulia, Jakarta, Minggu, Ketua Komisi III DPR Benny K Harman (Fraksi Partai Demokrat, Nusa Tenggara Timur I) mengatakan, Komisi III DPR berencana mempertemukan tiga institusi penegak hukum, yaitu KPK, Polri, dan Kejaksaan Agung, pekan ini. Pertemuan aparat penegak hukum yang berseteru ini dilakukan Komisi III untuk membantah adanya tudingan bahwa DPR melawan suara rakyat.
Benny mengatakan, Komisi III bukan penyidik, tetapi lembaga politik yang menanyakan kebijakan institusi penegak hukum, khususnya dalam kasus penahanan dua unsur pimpinan (nonaktif) KPK, Chandra dan Bibit.
Sebelumnya, sejumlah kalangan berpendapat DPR dinilai berat sebelah dalam membela kepolisian melalui rapat kerja yang berlangsung Kamis hingga Jumat dini hari lalu. Sikap itu dinilai menentang arus besar karena rakyat mengharapkan sikap DPR yang kritis (Kompas, 7/11).
”Komisi III tidak bermaksud mengambil alih fungsi lembaga hukum. Mengenai pertanyaan kurang mendalam atau mungkin dipandang tidak kena jantung persoalan, itu adalah hak atau posisi setiap anggota Komisi III. Kami tidak bisa mengaturnya,” kata Benny.
Selain itu, lanjut Benny, Komisi III ingin memperkuat posisi penegak hukum. ”Bila ada personel yang diketahui menyalahgunakan wewenang, harus diproses secara hukum,” ujar Benny.
Hal senada disampaikan anggota Komisi III DPR, Bambang Soesatyo (Partai Golkar, Jawa Tengah VII), mengatakan, Komisi III tidak pernah melawan suara rakyat. Apa yang dilakukan justru menolak kriminalisasi terhadap semua institusi penegak hukum. Menurut dia, dalam rapat kerja dengan KPK dan Polri, Komisi III secara tegas menolak karena tak rela ada institusi penegak hukum yang dilemahkan.
”Kami fokus ke permasalahan utama memberantas koruptor. Karena itu, Komisi III merasa perlu menghadirkan KPK, Polri, dan Kejaksaan Agung secara bersamaan untuk menyelesaikan perseteruan yang ada dan mempersatukan kembali para penegak hukum. Mungkin Rabu (11/11) mempertemukan ketiganya,” ungkap Bambang.
Bambang melanjutkan, saling klaim bukti yang dipunyai polisi dan KPK dalam kasus penahanan Bibit dan Chandra biarlah dibuktikan di pengadilan. ”Supremasi hukum harus dijunjung tinggi. Kami mendesak agar kasus ini segera disidangkan. Siapa pun yang bersalah harus dihukum tanpa pandang bulu sehingga penegakan hukum dan rasa keadilan masyarakat bisa terpenuhi,” ujarnya.
Pakar hukum tata negara Irman Putra Sidin menilai rencana Komisi III DPR mempertemukan polisi, kejaksaan, dan KPK bukan merupakan solusi konstitusional yang dapat diterima semua kalangan.
”Meskipun benar pun apa yang diungkap di DPR, orang akan menganggap itu politis. Lebih baik Mahkamah Konstitusi menggelar sidang kembali untuk mendengarkan keterangan polisi, jaksa, dan Tim Pencari Fakta. Forum politik di DPR itu lebih baik dialihkan ke forum konstitusional,” kata Irman, Minggu.
Selain alasan di atas, Irman menilai ada kewajiban Mahkamah Konstitusi untuk mendengarkan keterangan polisi, jaksa, dan Tim Pencari Fakta. Mahkamah Konstitusi tidak dapat mengambil suatu kesimpulan hanya dengan mendengarkan keterangan dari satu pihak terkait, yaitu KPK, dan rekaman pembicaraan yang dibuka dalam sidang beberapa waktu lalu. (ana/AIK/SIE)
Sumber: Kompas, 9 November 2009