Panda Minta Tak Disebut; Majelis Hakim Berkali-kali Mengingatkan
Dudhie Makmun Murod, terdakwa kasus penyuapan dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Miranda Goeltom, mengaku pernah diminta oleh Panda Nababan agar tak menyeret dirinya dalam kasus tersebut. Jika mau menuruti, Dudhie dijanjikan akan dibantu.
”Dud, kau jangan sebut nama Abang, nanti aku bisa bantu kau. Ini buktinya (menunjukkan isi SMS atas nama Pelaksana Tugas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean). Tumpak temanku sejak lama,” kata Dudhie mengulang apa yang disampaikan Panda yang waktu itu Sekretaris Fraksi PDI-P di DPR.
”Dia menyampaikan itu pada salah satu acara DPP PDI-P, November 2009. Ada saksinya,” kata Dudhie dalam sidang di Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (5/4).
Selain itu, Dudhie juga menyebutkan, Panda pernah meminta mantan Ketua Komisi III DPR 2004-2009 Trimedya Pandjaitan untuk membujuk dirinya menggunakan hak ingkar di pengadilan. Waktu itu, kata Dudhie, dirinya baru saja ditahan KPK di Cipinang. Trimedya juga adalah politisi PDI-P dan masih menjadi anggota Komisi III.
Namun, Panda yang dihadirkan sebagai saksi menolak keterangan Dudhie. ”Tidak betul itu,” kata Panda. Ia juga menolak keterangan Dudhie lainnya yang menyebutkan bahwa dirinya menemui Arie Malangjudo di Restoran Bebek Bali setelah terpilihnya Miranda untuk mengambil titipan dari Nunun Nurbaeti (cek perjalanan) adalah atas perintah Panda melalui telepon. ”Tidak pernah,” kata Panda.
Selain itu, Panda juga menolak kesaksian saksi-saksi lainnya, termasuk kesaksian Emir Moeis, mantan Ketua Poksi PDI-P di Komisi IX. Emir, yang juga dihadirkan sebagai saksi dalam sidang itu, mengatakan, pada 9 Juni 2004, dirinya diberi amplop berisi cek perjalanan dari Dudhie. Emir kemudian mengembalikan amplop itu kepada Panda sambil mengatakan, ”Saya enggak mau terima ini. Dari Miranda ya?”
Lalu, Emir mengatakan kepada Panda, ”Tolong sampaikan ke Miranda, saya tidak terima yang begini-begini. Betul saya bicara seperti itu. Disumpah lagi juga mau.” Emir menambahkan, pada 11 Juni 2004, Panda kemudian mendatanginya sambil memberikan amplop seraya mengatakan, ”Ini ada uang dari fraksi untuk pembinaan kader.”
Emir mengaku menerima amplop berisi cek perjalanan senilai Rp 200 juta itu karena mengira uang dari partai. ”Uang itu langsung saya serahkan kepada tim saya untuk kepentingan kampanye dan partai,” katanya.
Namun, Panda menolak semua keterangan Emir itu. Panda mengaku baru mengetahui ada cek perjalanan yang mengalir ke anggota Fraksi PDI-P setelah dimintai keterangan oleh KPK.
Atas bantahan Panda terhadap keterangan saksi-saksi lainnya dan terdakwa tersebut, majelis hakim berkali-kali mengingatkan Panda agar memberikan kesaksian yang sebenarnya. ”Saudara di bawah sumpah, berikanlah keterangan yang benar,” kata ketua majelis hakim, Nani Indrawati.
Sementara itu, Nunun Nurbaeti yang diundang untuk bersaksi kembali tidak datang untuk kedua kalinya dengan alasan sakit. Dalam surat keterangan dokter, yang ditandatangani dr Andreas Harry, disebutkan, Nunun menderita penyakit lupa berat, vertigo, dan migrain.
Dihubungi terpisah, Tumpak membantah menjanjikan untuk membantu Panda terkait kasus dugaan korupsi cek pelawat itu. Menurut Tumpak, dirinya memang mengenal Panda, tetapi tidak pernah membicarakan kasus dugaan korupsi cek perjalanan dengan dirinya. (AIK)
Sumber: Kompas, 6 April 2010