Pansel Harus Tegas dan Cermat Dalam Memilih Calon Hakim Ad Hoc Tipikor
Jakarta, antikorupsi.org (10/11/2015) - Koalisi Pemantau Peradilan (KKP) meminta panitia seleksi (pansel) hakim ad hoc tipikor agar lebih transparan dalam proses seleksi yang masih berjalan. Hal itu terkait rencana pansel akan mengadakan proses seleksi wawancara pada 12-13 November 2015 di Mega Mendung, Bogor, Jawa Barat.
Harapan tersebut disampaikan peneliti Divisi Investigasi Indonesia Corruption Watch (ICW) Wana Alamsyah. “Koalisi mendorong agar pansel lebih transparan dan terbuka dalam proses seleksi hakim ad hoc tipikor. Salah satunya, proses wawancara yang akan diselenggarakan November mendatang”, kata Wana. Sebelumnya KKP telah mengadakan audiensi dengan Ketua Pansel hakim ad hoc tipikor, di Kantor Mahkamah Agung (MA), Kamis, (05/11/2015).
“Proses wawancaranya terbuka, jadi masyarakat dan wartawan bisa ikut memantau jalannya wawancara tersebut. KKP juga akan memantau proses wawancaranya,” kata Wana saat ditemui antikrorupsi.org di Kantor ICW, Kalibata.
Menurutnya, KKP menyesalkan sikap pansel yang sejak awal cenderung tertutup dalam proses seleksi hakim ad hoc Tipikor. Pasalnya, KKP baru dilibatkan untuk melakukan penelusuran rekam jejak saat 58 calon hakim sudah lolos seleksi administrasi.
“Kita tidak tahu awalnya yang mendaftar berapa orang? Kita hanya diminta untuk melakukan tracking kepada 58 calon hakim yang telah lolos administrasi,” ujarnya.
Wana menegaskan, dari 58 calon hakim yang lolos proses seleksi administrasi, hanya 41 calon yang dapat di-tracking. 58,54% atau 24 orang calon hakim (cakim) yang terindikasi tidak memiliki integritas. Pada poin kompetensi, ditemukan hampir seluruh calon hakim tidak memiliki kapasitas untuk menjadi hakim ad hoc tipikor. Hal ini terbukti saat beberapa calon hakim yang diwawancara terkait tindak pidana korupsi dan jenis-jenis korupsi, tidak dapat menjawab dan menjelaskan secara jelas dan tepat.
Dari segi independensi, KPP menemukan 43,9% atau 18 cakim diragukan independensinya. Berdasarkan hasil temuan, ada beberapa calon yang berafiliasi dengan partai politik. Hal ini perlu disoroti secara serius karena jangan sampai calon yang terpilih memiliki konflik kepentingan jika menangani perkara yang berhubungan dengan partai politik. Selain itu, ada beberapa cakim yang diketahui memiliki keluarga dengan latar belakang hakim.
Peneliti Indonesia Legal Roundtable (ILR), Refki Saputra, mengatakan Mahkamah Agung harus ketat dalam menyeleksi calon hakim ad hoc tipikor. Khususnya terkait dengan integritas dan kapasitas calon. Karena itu, proses seleksi wawancara menjadi sangat penting bagi MA guna menggali informasi dari calon hakim, khususnya bagi calon hakim yang berlatar belakang advokat. Penggalian informasi juga penting untuk beberapa kandidat yang terafiliasi dengan partai politik tertentu.
“Dari beberapa calon yang masih terjaga integritasnya, MA pun juga harus menguji kompetensinya. Karena posisinya sebagai hakim ad hoc nantinya notabene adalah hakim peradilan khusus.
Refki menegaskan, jika ditemukan ada calon hakim yang memiliki kompetensi yang minim terkait tindak pidana korupsi, sebaiknya tidak diloloskan. Jika diloloskan dan benar-benar menjadi hakim tipikor akan percuma. Apa jadinya jika hakim tipikor tidak mengerti dan tidak paham tindak pidana korupsi. “Percuma jika ada pengadilan khusus tipikor kalau hakimnya tidak menguasai secara mendalam hukum korupsi,” tegasnya.
11 Calon Hakim Yang Layak Versi KY
Mengutip www.mediaindonesia.com, Komisi Yudisial (KY) juga menyerahkan rekomendasi atas penilaian hasil penelusuran rekam jejak atas 58 calon hakim ad hoc tindak pidana korupsi (tipikor) kepada Mahkamah Agung.
Dari penelusuran tersebut, KY menilai hanya 11 calon yang layak untuk menjadi hakim ad hoc tipikor. "KY merekomendasi yang masuk kriteria hijau ada 11 calon, yakni 5 calon untuk hakim di tingkat banding dan 6 calon hakim di pengadilan tingkat pertama," ujar komisioner KY Taufiqurrahman Syahuri kepada Media Indonesia, Senin (9/11).
Penelusuran tersebut dilakukan KY dalam kurun waktu sekitar satu bulan. Adapun penjelasan kriteria hijau dikatakannya, secara kualitas maupun integritas layak untuk dipilih menjadi hakim tipikor tingkat pertama maupun banding. "Pertimbangan utama berperilaku tidak tercela, berintegritas, dan profesional," tambahnya.
KY juga menandai warna kuning kepada 10 calon hakim ad hoc tipikor di tingkat banding dan 14 calon di pengadilan tingkat pertama. Adapun yang ditandai warna merah ialah 5 calon di tingkat banding dan 18 calon di pengadilan tingkat pertama.
"Warna kuning rata-rata saja, integritas memenuhi, tapi profesional biasa-biasa saja. Kalau warna merah itu di bawah standar."
Secara terpisah, juru bicara Mahkamah Agung Suhadi mengatakan, rekomendasi Komisi Yudisial tersebut akan menjadi bahan pertimbangan tim pansel hakim ad hoc tipikor dalam mengambil keputusan saat tahap akhir, dalam hal ini tahap wawancara. "Itu nanti akan menjadi bahan pertimbangan pansel dalam hal mengambil keputusan," terangnya.
Ayu-Abid