Pansus Century Kekurangan Data
Dari 97 dokumen yang dibutuhkan Panitia Khusus DPR tentang Hak Angket Bank Century, baru 27 dokumen atau sekitar 30 persen yang diterima. Dokumen yang belum diberikan umumnya berasal dari Bank Indonesia.
Demikian disampaikan Khairiansyah Salman, anggota staf ahli Pansus dalam rapat internal Pansus tersebut, Selasa (26/1), di Jakarta. Dalam rapat yang dimulai sekitar pukul 20.00 ini, sempat muncul wacana agar Pansus membuat kesimpulan awal. Namun, hingga pukul 23.30, anggota Pansus masih berdebat soal kekurangan data dan teknik penyusunan laporan kesimpulan tersebut.
Masalah kesimpulan awal ini antara lain disampaikan Andi Rahmat, anggota Pansus dari Fraksi PKS. ”Masalah kesimpulan awal ini memang tidak ditentukan dalam aturan Pansus. Namun, ada baiknya kita melakukannya,” kata Andi.
Akbar Faizal, anggota Pansus dari Fraksi Hanura, menambahkan, ”Kesimpulan awal ini seperti putusan sela. Sebaiknya dibuat karena masyarakat menunggu apa yang telah kita lakukan selama ini.”
Menurut Akbar, kesimpulan awal ini terutama untuk merger Bank Pikko, Danpac, dan CIC yang akhirnya menghasilkan Bank Century dan kebijakan pemberian Fasilitas Pinjaman Jangka Pendek (FPJP) untuk Bank Century. FPJP ini diberikan pada 14 dan 17 November 2008 sebesar Rp 502,07 miliar dan pada 18 November 2008 sebesar Rp 187,32 miliar. Selain merger dan FPJP, saat ini Pansus sudah membahas masalah dana talangan (bail out) Bank Century yang seluruhnya membutuhkan dana Rp 6,7 triliun. Penalangan itu diputuskan dalam rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan pada 21 November 2008.
Namun, gagasan pembuatan kesimpulan awal itu ditolak Benny Kabur Harman dari Fraksi Partai Demokrat. ”Apa yang mau kita putuskan untuk putusan sela? Sebab, konstruksi fakta belum jelas. Jangan sampai kita membuat putusan sela berdasarkan imajinasi kita.” Hal senada disampaikan Ruhut Sitompul, rekan Benny dari Fraksi Partai Demokrat. Namun, Bambang Soesatyo, anggota Pansus dari Fraksi Partai Golkar, mengatakan, sejumlah masalah sebenarnya sudah jelas. Misalnya, soal merger dan FPJP untuk Bank Century.
Data kurang
Dalam keterangannya di awal rapat, Khairiansyah menuturkan, Pansus membutuhkan 97 dokumen, tetapi baru mendapatkan 27 dokumen. Perinciannya, dari 29 dokumen untuk proses merger, baru diperoleh tiga dokumen. Perihal pengawasan Bank Indonesia dibutuhkan 20 dokumen dan baru diperoleh satu dokumen, sedangkan dari 26 dokumen terkait pemberian FPJP, baru diperoleh tujuh dokumen. Saat menentukan Bank Century sebagai bank gagal berdampak sistemik, terdapat 22 dokumen, tetapi baru diperoleh 16 dokumen.
”Bagaimana signifikansi data yang belum diperoleh terhadap kebutuhan Pansus?” kata Eva Kusuma Sundari, anggota Pansus dari Fraksi PDIP. ”Cukup penting karena menggambarkan awal kegiatan kecurangan. Untuk signifikansi, (antara lain) kami perlu dokumen untuk menilai, ini perbuatan melawan hukum yang ditumpangi. Ini berkelanjutan dengan proses awal melakukan perampokan di bank sendiri,” kata Khairiansyah.
”Dari Ibu Sri Mulyani (Menteri Keuangan), yang dimiliki data rapat KSSK tanggal 19 dan 20 November 2008. Padahal, kita butuh data rapat KSSK yang lain. Apa itu sudah dilengkapi?” ujar Gayus Lumbuun, Wakil Ketua Pansus dari Fraksi PDIP.
”Dari 22 data yang diminta, sudah diserahkan 16 buah. Beberapa risalah, transkrip, dan rekaman suara sudah diberikan. Data dari Bank Indonesia minta 20, tetapi baru diberi satu,” ucap Khairiansyah.
Uang nasabah
Dalam dengar pendapat dengan nasabah pada Selasa siang, terungkap sedikitnya Rp 1,4 triliun uang nasabah belum dikembalikan. Selain milik pribadi, sebagian uang itu adalah investasi yang ditanamkan koperasi dan dana yayasan pendidikan. Salah satu koperasi yang menjadi korban adalah Koperasi Paguyuban Petani Tembakau di tiga kabupaten di Madura, Jawa Timur. Total dana koperasi petani tembakau asal Pamekasan, Sampang, dan Sumenep yang belum dikembalikan Rp 13 miliar.
Koordinator Wakil Nasabah Z Siput L juga mengatakan, uang simpanan Yayasan Slamet Rijadi yang mengelola Universitas Atma Jaya Yogyakarta juga belum dikembalikan. Dijelaskan, uang simpanan itu berasal dari dana mahasiswa yang nilainya mencapai belasan miliar rupiah.
Dalam kesempatan itu, para nasabah memberikan kesaksian tentang adanya reksadana bodong yang dijual Bank Century sejak 2002. ”Ini akan kami jadikan data baru. Kami akan konfirmasi kepada pihak-pihak terkait,” kata Maruarar Sirait, anggota Pansus dari Fraksi PDIP.
Sementara itu pengamat politik dari Universitas Indonesia, Boni Hargens, mengatakan, penyelesaian kasus Bank Century sangat bergantung pada keputusan politik Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang berimplikasi pada kejujuran pemerintah.
Hingga saat ini, kata Sekjen Jaringan Aktivis Pro Demokrasi Andrianto secara terpisah, masyarakat masih percaya bahwa Presiden Yudhoyono tidak terlibat langsung dalam kasus Bank Century. Dengan keyakinan itu, masyarakat berharap Yudhoyono dapat memberikan keputusan untuk memberikan sanksi kepada orang-orang yang bertanggung jawab dalam kasus itu.(WHO/NTA/NWO)
Sumber: Kompas, 2 Januari 2010