Parlemen di Daerah Dinilai Terkorup
Pusat Kajian Antikorupsi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada mencatat anggota dewan perwakilan rakyat daerah, baik masih aktif maupun tidak, sebagai pelaku korupsi terbanyak. Menurut peneliti Pusat Kajian, Hifdzil Alim, dari 126 kasus dugaan korupsi yang dipantau oleh Pusat Kajian melalui media lokal di Yogyakarta maupun media nasional, 89 koruptor berasal dari kalangan legislatif daerah, disusul pejabat atau mantan pejabat pemerintah daerah sebanyak 65 orang. Adapun dari swasta atau rekanan sebanyak 40 orang. Sedangkan korupsi oleh anggota atau mantan anggota DPR RI ada sembilan kasus.
Selain korupsi anggota Dewan secara berjemaah, menurut Hifdzil, kewenangan Dewan kelewat besar. ”Termasuk menentukan anggaran,” ujar Hifdzil dalam “Refleksi Pemberantasan Korupsi 2008” kemarin. Padahal, menurut Hifdzil, berdasarkan penelitian Pusat Kajian, dugaan penyalahgunaan anggaran juga menempati peringkat pertama untuk modus korupsi pada 2008, yakni mencapai 87 kasus. Baru kemudian kasus dugaan penggelembungan sebanyak 16 kasus dan 13 kasus dugaan suap.
Direktur Pusat Kajian Zaenal Arifin Mochtar menambahkan, hasil pantauan Pusat Kajian, tingkat kerugian negara yang berkisar Rp 1-10 miliar sebanyak 50 kasus. Sedangkan di atas Rp 100 miliar hanya lima kasus. Kemajuan positif pemberantasan korupsi, menurut Zaenal, ditunjukkan dengan meningkatnya peran Komisi Pemberantasan Korupsi dalam pengungkapan kasus korupsi, yakni 40 kasus. ”Persoalannya, KPK hanya di Jakarta. Coba kalau ada KPK di daerah.”
Anggota DPRD Yogyakarta dari Fraksi Amanat Nasional, Nazarrudin, mengatakan dugaan korupsi yang dilakukan anggota Dewan di daerah saat itu lantaran tidak jelasnya aturan pemerintahan di daerah. Hal itu mengakibatkan anggota Dewan berada pada posisi yang salah sehingga ditengarai sebagai pelaku korupsi. “Sesuatu yang nggak diatur kan lumrahnya boleh, lalu dilakukan. Eh, ternyata di kemudian hari menjadi masalah.” PITO AGUSTIN RUDIANA
Sumber: Koran Tempo, 7 Januari 2009