Parman Tidak Terindikasi Suap
Dua Jam Diperiksa, Komisi Yudisial Sebut Langgar Asas Peradilan Cepat
Hakim Agung Parman Soeparman kemarin memenuhi panggilan Komisi Yudisial (KY). Dia diperiksa terkait dengan kasus dugaan penyuapan di tubuh MA dalam penanganan kasus pengusaha Probosutedjo.
Parman diperiksa sejak pukul 10.00. Tetapi, dia hadir di Kantor KY, Jalan Abdul Muis, Jakarta Pusat, sejak pukul 08.00. Pemeriksaan tersebut berlangsung sekitar 2,5 jam dan tuntas pukul 12.30. Dia diperiksa Ketua KY Busyro Muqoddas dan tiga anggota KY. Yakni, Irawady Joenoes, Soekotjo Soeparto, dan Mustafa Abdullah Parman.
Setelah diperiksa, Parman diam-diam meninggalkan Kantor KY melalui tangga darurat. Aksinya itu tercium wartawan. Tetapi, hakim agung tersebut menolak berkomentar soal pemeriksaan atas dirinya itu. Meski dihujani pertanyaan, Parman yang mengenakan jas hitam tetap bungkam sambil bergegas memasuki mobil.
Menurut Irawady Joenoes, berdasar pemeriksaan, Parman tidak terindikasi menerima suap ketika menangani kasasi Probosutedjo dalam kasus korupsi dana HTI (Hutan Tanaman Industri) senilai Rp 100,931 miliar. Tetapi, ada dugaan majelis hakim kasus Probo telah melanggar asas peradilan cepat.
Kami tak menemukan indikasi suap pada Pak Parman, kata koordinator Bidang Kehormatan, Keluhuran Martabat, dan Perilaku Hakim Komisi Yudisial tersebut.
Dia menuturkan, Parman mengaku tidak kenal dan tak pernah berhubungan dengan para tersangka kasus suap Probo. Yaitu, pengacaranya, Harini Wijoso, dan lima staf MA. Waktu kami memeriksa enam tersangka itu, mereka juga tidak menyebut nama Parman soal uang tersebut. Pak Probo juga tidak menyebut nama Pak Parman, ujarnya.
Meski tidak ada indikasi suap, lanjut Irawady, KY menyoroti waktu penanganan kasus Probo. Ketika ditangani majelis yang diketuai Ketua MA Bagir Manan (pembaca berkas ke 3/P3), Parman (P2), dan Usman Karim (P1), perkaranya tak kunjung putus meski lebih dari setahun.
Berkas kasasi itu diterima MA pada Maret 2004. Pada akhir September, Harini dan lima staf MA ditangkap KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi). Karena muncul isu suap, majelis diganti pada 1 Oktober dengan diketuai Iskandar Kamil. Tak sampai dua bulan, pada 28 November, majelis memvonis Probo dengan hukuman 4 tahun penjara.
Menurut Irawady, berlarut-larutnya penanganan kasus Probo saat ditangani majelis hakim pertama itu telah membuka peluang diperjualbelikan. Ketika diperiksa, Parman yang jadi pembaca kedua mengatakan bahwa berkas kasus tersebut hanya sekitar dua bulan di tangannya dan diterima dari Usman. Namun, kasus itu jadi lama karena nyantol di tangan Bagir Manan.
Dia menyebut, selama pemeriksaan, Parman bersikap sangat kooperatif. Itu terbukti dia datang ke KY dua jam lebih awal dari jadwal yang ditentukan. Saya berharap, besok (hari ini, Red) Pak Bagir akan datang, pungkasnya. (lin)
Sumber: Jawa Pos, 22 Desember 2005