Partai Bantah Minta Setoran
Hanya PKS yang mengaku berbagi biaya.
Para petinggi partai politik membantah jika dikatakan telah meminta setoran dana kepada calon yang mereka jaring dalam pemilihan Gubernur DKI Jakarta. Mereka pun menantang calon gubernur menyebutkan nama partai yang memungut uang.
Ketua Dewan Pimpinan Pusat PDI Perjuangan Tjahjo Kumolo mengatakan partainya tak pernah meminta dana sesen pun kepada pasangan Fauzi Bowo-Prijanto--pasangan calon yang diusung PDIP bersama 19 partai yang berkoalisi. Tak ada dalam tradisi kami (minta dana), kata Tjahjo saat dihubungi melalui telepon kemarin.
Sekretaris Jenderal Partai Demokrat Marzuki Ali mengatakan hal senada. Dukungan Demokrat atas Fauzi-Prijanto, menurut dia, bukan karena pasangan itu bersedia menyetor sejumlah uang. Tak ada komitmen apa pun, kata Marzuki.
Sutrisno Bachir, Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Partai Amanat Nasional, mengungkapkan hal serupa. Menurut dia, PAN mendukung Fauzi pada detik akhir karena partai itu tak bisa mengusung calon sendiri. Pengurus wilayah pun mendukung dia (Fauzi), kata Sutrisno.
Hanya Partai Keadilan Sejahtera yang memberikan keterangan berbeda. Presiden PKS Tifatul Sembiring mengaku perlu dana banyak untuk memenangi pemilihan gubernur di Jakarta. Karena itu, PKS memilih berbagi beban. Untuk kampanye, misalnya, PKS meminta pasangan Adang Daradjatun-Dani Anwar menanggung separuh biaya. Sisanya, partai yang menanggung, ujar Tifatul tanpa mau menyebut jumlah persis dananya.
Sejumlah kalangan menengarai adanya permainan politik uang dalam pemilihan Gubernur Jakarta. Ibrahim Fahmi Badoh, Koordinator Divisi Korupsi Politik Indonesia Corruption Watch, mengatakan praktek money politics bisa terjadi sejak penjaringan calon di partai politik.
Sumber Tempo, seorang anggota tim sukses calon gubernur yang gagal, membenarkan bahwa timnya telah menghabiskan Rp 8 miliar dalam upaya meraih tiket dukungan dari berbagai partai. Rupanya, jumlah itu masih terlalu sedikit. Calon yang lain jorjoran menebar uang. Kami jadi gagal, kata sumber itu.
Sebelumnya, Sarwono Kusumaatmadja, calon gubernur yang terpental, juga mengatakan tak sanggup membayar setoran ke partai. Dia mengaku pernah dimintai uang Rp 400 miliar oleh sebuah partai besar. Permintaan itu, menurut dia, bisa jadi disengaja oleh partai demi menyingkirkan dirinya dari bursa pencalonan. Saya tak bisa bayar. Saya tak terpilih karena pasti ada calon lain yang menyanggupi, katanya.
Tudingan itu membuat para petinggi partai berang. Mereka menantang Sarwono menyebut partai yang meminta dana. Terus terang saja siapa, dari partai mana, kata Tjahjo.
Di tempat terpisah, Komisi Pemilihan Umum daerah memperingatkan calon gubernur agar tak bermain-main dengan politik uang. Kalau terbukti, pencalonan dan hasilnya akan dibatalkan, kata Ketua KPUD Jakarta Juri Ardiantoro.
Komisi juga akan meminta pasangan calon menyediakan satu rekening untuk lalu lintas dana kampanye. Rekening ini akan diawasi ketat oleh Komisi. Audit dilakukan tim independen tiga hari setelah pemilihan, ujar Juri.
Selain itu, Komisi meminta warga yang mendeteksi adanya serangan fajar--membagi-bagikan duit menjelang pemilihan--segera melapor ke panitia pengawas pemilihan. Kami akan membawa kasusnya ke jalur pidana, kata Juri. ERWIN DARIYANTO | MUSTAFA SILALAHI
Sumber: Koran Tempo, 9 Juni 2007