Pasar Jaya Diduga Rugikan Negara
Baru tertagih Rp 101,7 miliar.
Badan Pemeriksa Keuangan menemukan potensi penyimpangan keuangan di Perusahaan Daerah Pasar Jaya senilai Rp 946,208 miliar. Pada semester kedua 2005, BPK mengaudit keuangan perusahaan itu untuk tahun buku 2004 dan 2005.
Anggota BPK, Baharudin Aritonang, mengatakan, temuan BPK telah dilaporkan kepada Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta. Sudah kami serahkan laporannya, tinggal Dewan yang seharusnya bergerak, kata Baharudin.
Dalam dokumen hasil pemeriksaan yang diperoleh Tempo, BPK mencantumkan 17 temuan pemeriksaan (lihat tabel). Lembaga audit negara ini membagi temuannya atas tiga kelompok. Kekurangan penerimaan Rp 41,166 miliar, indikasi kerugian Rp 78,264 miliar, dan penyimpangan administrasi Rp 826,778 miliar.
Direktur Utama PD Pasar Jaya Prabowo Soenirman mengatakan, pihaknya telah menyelesaikan 13 dari 17 temuan BPK. Nilainya sekitar Rp 101,7 miliar, kata Prabowo di ruang kerjanya kemarin.
Sisa yang belum diselesaikan, menurut Prabowo, Rp 844,4 miliar. Sebagian besar merupakan nilai gedung Pasar Tanah Abang Blok A yang belum diserahkan pengembang. Tahun ini, seluruh temuan BPK akan kami selesaikan, kata Prabowo.
Prabowo lalu memerinci kasus yang telah diselesaikan. Kekurangan penerimaan sudah tertagih Rp 11,6 miliar. Sisanya, Rp 29 miliar, masih dalam proses penagihan kepada rekanan PD Pasar Jaya, seperti PT Priamanaya Djan Internasional (rekanan dalam pembangunan Pasar Tanah Abang) dan PT Deva Adhines (rekanan dalam pembangunan Pasar Cibubur).
Untuk menyelesaikan indikasi kerugian, PD Pasar Jaya telah menagih Rp 42,983 miliar. Sisanya, Rp 35,281 miliar, masih dalam proses penyelesaian. Kami targetkan bulan ini selesai, ujar Prabowo.
Mengenai temuan penyimpangan administrasi, Prabowo juga mentargetkan selesai pada tahun ini. Kasus terbesar yang belum tuntas adalah status kepemilikan aset Pasar Tanah Abang Blok A dan Pasar Pluit.
Berdasarkan perjanjian pada 2003, pengembang PT Priamanaya Djan Internasional harus menyerahkan Pasar Tanah Abang Blok A ke Pasar Jaya paling lambat September tahun lalu. Tapi, hingga kini, serah-terima itu belum terjadi.
Kami sudah berulang kali mengirim surat teguran, batas waktu penyerahan tahun ini, kata Prabowo.
Menurut BPK, keterlambatan penyerahan itu berujung pada ketidakjelasan status kepemilikan aset pasar senilai Rp 777,184 miliar.
BPK juga menemukan kekurangan setoran pengembang Rp 70 miliar untuk kompensasi penyediaan tanah. Tapi, untuk kekurangan setoran ini, menurut Prabowo, pengembang sudah menambah setoran Rp 40 miliar. Jadi sisanya tinggal Rp 30 miliar, kata Prabowo.
Sementara itu, perjanjian Pasar Pluit dibuat pada 2002 senilai Rp 18,568 miliar. Sampai kini, pengembang PT Gita Duta Arsitama baru menyerahkan dua dari lima lantai bangunan pasar itu.
BPK memperkirakan, pengerjaan lantai 3, lantai 4, dan atap pasar biayanya sekitar Rp 2,432 miliar. BPK memasukkan masalah ini pada temuan administrasi tentang ketidakjelasan status kepemilikan aset.
Permasalahan lain di Pasar Pluit adalah belum selesainya pembayaran utang oleh pengembang kepada Pasar Jaya Rp 1,537 miliar. Total kewajiban pengembang adalah Rp 2,476 miliar. Mereka baru membayar sekitar Rp 939 juta.
Prabowo mengungkapkan, PD Pasar Jaya berencana memutus kontrak dengan perusahaan PT GDA. Sebab, sampai saat ini, lantai 3 dan 4 Pasar Pluit masih mangkrak. Kalau tak punya pemasukan, dari mana mereka akan membayar utangnya, ujarnya. INDRIANI DYAH S
Sumber: Koran Tempo, 2 Juni 2006