Pejabat Berbisnis; Pernyataan Presiden Dinilai Tendensius

Kendati tidak menunjuk hidung, pernyataan calon Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengenai bisnis keluarga yang bisa memperdalam krisis dinilai tendensius. Tudingan itu perlu diklarifikasi kebenarannya.

Justru saat ini masyarakat menilai Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang memanfaatkan kekuasaan untuk menempatkan keluarganya, tim sukses, dan orang terdekatnya pada posisi penting dan strategis. Misalnya, di jajaran TNI, perbankan, direktur, dan komisaris di sejumlah badan usaha milik negara (BUMN).

Hal itu disampaikan juru bicara bidang ekonomi pasangan calon presiden/wakil presiden M Jusuf Kalla-Wiranto, Bambang Susatyo, Minggu (7/6) di Jakarta. Bambang menanggapi pernyataan SBY dalam kampanyenya pekan lalu, yang meragukan pemimpin yang mengutamakan kepentingan bisnis bersama keluarganya. Kepentingan itu dinilai justru memperdalam krisis yang terjadi (Kompas, 5/6).

”Kita setuju dan mendukung Indonesia harus dibangun dengan pemerintahan yang bersih untuk kesejahteraan rakyat. Justru saat ini masyarakat menilai SBY memanfaatkan kekuasaannya untuk menempatkan keluarga dan orang terdekatnya pada posisi penting, strategis, dan basah,” ujarnya.

Menurut Bambang, Indonesia ke depan membutuhkan pemimpin yang bebas korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), berlatar belakang pebisnis yang memahami persoalan lapangan dan persoalan ekonomi untuk memperbaiki keadaan.

Secara terpisah, pengamat kebijakan publik Ismed Hasan Putro mengharapkan adanya konsistensi komitmen dalam menegakkan tata kelola pemerintah yang baik (good corporate governance/GCG) di BUMN.

”Jika Kementerian Negara BUMN melarang direksi dan komisaris BUMN menyumbang dana kampanye pemilu, semestinya ketentuan itu tetap berlaku pada Pemilu Presiden 2009. Jika ada pekerja BUMN yang mendukung partai tertentu ditegur keras dan dilarang, semestinya komisaris yang menjadi ketua tim dan anggota tim kampanye diberlakukan ketentuan yang sama,” ujarnya.

Menurut Ismed, langkah tegas dan konsisten diperlukan agar tidak muncul kesan Kementerian Negara BUMN diskriminatif dan tidak adil. ”Jangan kepada yang lemah bersikap tegas, sebaliknya kepada yang kuat justru kendur,” lanjut Ismet. Sejumlah anggota tim sukses calon presiden/wakil presiden kini tercatat sebagai komisaris BUMN.

Ramadhan Pohan dari Tim Nasional Kampanye SBY-Boediono, Minggu di Jakarta, menuturkan, setiap warga negara tentu berhak menjadi presiden. Namun, seorang presiden jangan memelihara konflik kepentingan. Dalam pernyataan SBY yang dikesankan menolak pengusaha jadi presiden, hal itu harus ditempatkan dalam konteks keinginan mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik.

Oleh karena itu, kata Ramadhan, apa yang diungkapkan SBY bukanlah black campaign (kampanye negatif). SBY tak merujuk pada perilaku perorangan, tetapi semua pejabat. (har/mam)

Sumber: Kompas, 8 Juni 2009

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan