Pejabat Harus Lakukan Diskresi; RUU Administrasi Pemerintah Mengatur Batas-batas
Kementerian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara telah menyelesaikan draf Rancangan Undang-Undang Administrasi Pemerintahan. Salah satu isi draf itu adalah pejabat harus melakukan diskresi dengan beberapa batasan yang ada.
Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Taufiq Effendi mengatakan, RUU Administrasi Pemerintahan ini bukan untuk melindungi pejabat publik, tetapi justru akan membatasi pejabat ketika akan membuat keputusan. Lebih dari 60 tahun kita tidak punya undang-undang yang mengatur administrasi pemerintahan, dan kita bisa tidur nyenyak. Nah, RUU ini akan menjadi pedoman, dasar hukum bagi setiap pejabat pemerintahan dalam menetapkan keputusan dan mencegah penyalahgunaan wewenang, kata Taufiq seusai membuka Sosialisasi RUU Administrasi Pemerintahan yang dihadiri Ketua Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara, sekretaris daerah, dan anggota Komisi II DPR, Senin (12/6).
Pakar administrasi publik Universitas Indonesia, Eko Prasojo yang juga menjadi anggota tim penyusun RUU Administrasi Pemerintahan, mengatakan, sebenarnya sudah sejak lama pejabat publik menggunakan diskresi. Ia mencontohkan petugas kepolisian yang dapat membuat keputusan dengan pendapat sendiri. Dalam undang-undang setiap instansi pemerintah juga sudah ada batasan diskresi, tetapi tak rinci. Dalam RUU Administrasi Pemerintahan ada batas-batas yang harus dipatuhi oleh pejabat publik bila akan melakukan diskresi sehingga ada kepastian hukum dan bila dipatuhi, maka pejabat publik akan terlindungi, kata Eko.
Pasal 1 Angka 8 RUU Administrasi Pemerintahan menyebutkan, diskresi adalah keputusan pejabat administrasi pemerintahan yang bersifat khusus, bertanggung jawab, dan tidak melanggar asas-asas umum pemerintahan yang baik, dengan maksud untuk secara lebih cepat, efisien, dan efektif mencapai tujuan yang diamanatkan UUD 1945 dan penyelenggara negara.
Batas-batas diskresi diatur dalam Pasal 25 RUU Administrasi Pemerintahan. Pasal itu menyebutkan pejabat administrasi pemerintahan harus menggunakan diskresi dalam pembuatan keputusan administrasi pemerintahan, pejabat yang bersangkutan wajib memerhatikan tujuan pemberian diskresi, batas-batas hukum yang berlaku serta kepentingan umum.
Diskresi dilakukan dengan batas-batas (Pasal 25 Ayat 2), tidak bertentangan dengan hukum dan HAM, tidak bertentangan dengan perundang-undangan, wajib menerapkan asas umum pemerintahan yang baik, dan tidak bertentangan dengan ketertiban umum serta kesusilaan.
Bertanggung jawab
Sementara itu, anggota Komisi III DPR, Gayus Lumbuun, mengatakan, mengutip Prayudi Atmosudiro (1980), diskresi adalah kebebasan bertindak atau mengambil keputusan pada pejabat publik yang berwenang berdasarkan pendapat sendiri.
Kewenangan diskresi memang diperlukan dalam penyelenggaraan administrasi pemerintahan, tetapi harus digunakan secara bertanggung jawab, kata Gayus. Kepentingan masyarakat atau pihak yang terkena dampak keputusan harus diutamakan, ungkap Gayus, serta harus mau mengubah keputusan bila menimbulkan kerugian bagi masyarakat atau pihak lain yang terkena dampaknya. (SIE)
Sumber: Kompas, 13 Juni 2006