Pembagian Cek Perintah Nunun
PT Wahana memiliki rekening di Artha Graha.
Saksi Ahmad Hakim Safari alias Arie Malangjudo menyatakan perintah pembagian tas kantong--belakangan diketahui berisi cek pelawat (traveller's cheque)--datang dari pengusaha Nunun Nurbaeti. Awalnya Arie mengaku tak tahu isi tas yang dibagikan kepada Dudhie Makmun Murod dan kawan-kawannya itu. "Kalau tahu isinya traveller's cheque, saya pasti tidak mau," ujar Arie di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi kemarin.
Arie menjadi saksi dengan terdakwa Dudhie Makmun Murod, kader PDI Perjuangan, dalam sidang kasus korupsi cek pelawat pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Miranda S. Goeltom. "Karena kalau nilai uangnya sebesar itu, artinya saya pasang badan."
Arie menuturkan, sebelum pemilihan Miranda, yakni pada awal Juni 2004, dia dikenalkan Nunun kepada Hamka Yandhu, terdakwa lain dalam kasus ini, di kantor PT Wahana Esa Sejati--perusahaan milik Nunun. "Ibu meminta tolong untuk menyampaikan tanda terima kasih," ujarnya.
Arie mengaku semula permintaan itu dia tolak. "Lha, masak office boy. Ini kan anggota Dewan," kata Arie menirukan Nunun. Didesak demikian rupa, Arie mengaku susah menolak. Pembagian cek pelawat, dia melanjutkan, diatur oleh Nunun dan Hamka. Saat itu, kata dia, Hamka menunjuk empat kantong belanja dengan kode berwarna yang terbuat dari karton di samping kanan meja Nunun. Kantong itu digunakan untuk membungkus cek pelawat.
Warna merah adalah kode untuk Fraksi PDI Perjuangan, kuning untuk Fraksi Partai Golkar, dan hijau untuk Fraksi Partai Persatuan Pembangunan. Adapun putih merupakan kode untuk Fraksi TNI/Polri. Keempat kantong karton berkode itu berisi cek pelawat yang nilainya mencapai Rp 24 miliar.
Singkat cerita, sehari kemudian, pada 8 Juni 2004, Arie mengaku dihubungi Dudhie, yang akan mengambil "titipan" berkode warna merah. Setelah itu giliran Endin A.J. Soefihara, terdakwa lainnya, yang meminta bertemu di Hotel Atlet Century, Senayan. Lalu, masih di hari yang sama, selepas magrib, ia kedatangan enam tamu di kantornya. Pertama, Udju Djuhaeri, terdakwa lain kasus ini, bersama tiga koleganya dari Fraksi TNI/Polri. Kedua, Hamka Yandhu dan Muchlis Achyar, yang mengambil jatah Fraksi Golkar.
Jaksa lantas mencecar Arie soal hubungan Nunun dengan Miranda. Menurut Arie, Nunun mengenal Miranda. Buktinya, pada Agustus 2004, dia pernah diajak ke kantor Miranda di gedung Bank Indonesia. Di sanalah Arie ditawari posisi Sekretaris Gabungan Bridge Seluruh Indonesia, yang diketuai Miranda.
Arie juga mengungkapkan, PT Wahana Esa Sejati memiliki rekening di Bank Artha Graha dan Bank Bukopin. Di Bukopin, PT Wahana memiliki rekening sebesar Rp 39 miliar. Adapun di Artha Graha sebesar Rp 12 miliar. Kendati demikian, Arie melanjutkan, setelah pemilihan Miranda pada 8 Juni 2004, nilai aset PT Wahana di kedua rekening itu tak berubah.
Dudhie Murod, yang duduk di kursi terdakwa, tak memprotes keterangan Arie. Kepada hakim, dia menyatakan tak keberatan.
Adapun Partahi Sihombing, pengacara Nunun, mengatakan bahwa kesaksian Arie baru keterangan sepihak. "Itu kan versi dia. Lihat saja nanti keterangan klien kami di persidangan," ujar Partahi saat dihubungi. Dia memastikan kliennya hadir dalam persidangan pekan depan. ANTON SEPTIAN
Sumber: Koran Tempo, 30 Maret 2010