Pembatasan Perkara Tergantung MA
Niat Mahkamah Agung membatasi perkara kasasi yang masuk ke MA sebenarnya bisa dilakukan mulai saat ini. MA tidak perlu menunggu adanya perubahan undang-undang apa pun terkait hal tersebut.
”Memang lebih aman jika melalui perubahan UU, tetapi MA sebenarnya sudah memiliki perangkat untuk membatasi (perkara kasasi). Tinggal melakukannya saja,” ujar Ketua Pelaksana Harian Masyarakat Pemantau Peradilan Indonesia (MaPPI) Hasril Hertanto, Minggu (2/1) di Jakarta.
Menurut Hasril, pembatasan dilakukan dengan membuat tim untuk pemeriksaan pendahuluan apakah perkara yang masuk ke MA merupakan domain kasasi atau bukan. MA tinggal menerapkan ketentuan-ketentuan umum dalam UU MA seperti apakah ada kekeliruan penerapan hukum dan lainnya.
Ketua MA Harifin A Tumpa, dalam jumpa pers Laporan Akhir Tahun 2010 MA, Jumat pekan lalu di Jakarta, mengungkapkan, pihaknya akan berupaya agar pembatasan kasasi dilakukan. ”Bagaimanapun, sebanyak apa pun hakim agung, kalau tidak ada pembatasan kasasi, perkara pasti akan menumpuk,” kata Harifin.
Sepanjang 2010, MA menerima permohonan kasasi dan peninjauan kembali hingga 13.311 perkara. Angka ini merupakan rekor tertinggi penerimaan perkara di lembaga peradilan tertinggi selama lima tahun terakhir.
Menurut Harifin, tak semua perkara yang masuk ke MA merupakan perkara besar. Beberapa di antaranya adalah perkara-perkara kecil yang semestinya cukup diselesaikan oleh pengadilan negeri atau pengadilan tinggi. Harifin mencontohkan kasus korupsi yang melibatkan uang Rp 2,5 juta atau Rp 8,5 juta yang dilakukan oleh kepala sekolah. Kasus ini pun dimintakan kasasi ke MA.
”Perkara-perkara yang seperti ini sesungguhnya perkara kecil yang tidak perlu sampai ke MA,” kata dia.
Tahun 2011 Harifin mengungkapkan, pihaknya akan mendorong para hakim agung agar lebih produktif. Tahun 2010 sebanyak 49 hakim agung berhasil memutus 13.624 perkara. Hal itu terdiri dari perkara kasasi pidana khusus (korupsi, kehutanan, narkotika, dan psikotropika) 1.442 perkara, pidana umum 1006 perkara, perkara tata usaha negara (juga mencakup pajak dan pengujian peraturan pemerintah di bawah undang-undang) 1.288 perkara, perdata 3.644 perkara. Data tersebut mencakup bidang peradilan agama dan militer.
Selama tahun 2010, MA memutus sebanyak 394 kasus korupsi atau 42,55 persen dari total perkara masuk sebanyak 926 perkara. (ANA)
Sumber: Kompas, 3 Januari 2011