Pembobol BRI Divonis 15 Tahun Penjara [22/07/04]
Dua pembobol Bank Rakyat Indonesia (BRI) Hartono Tjahyadigdja dan Yudi Kartolo yang telah merugikan negara Rp142,45 miliar lebih divonis hukuman masing-masing 15 tahun penjara. Hukuman itu dikurangi masa tahanan yang telah dijalani.
Hartono, selaku Komisaris PT Delta Makmur Ekspresindo (DME), selama ini ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Salemba diperintahkan untuk tetap berada di dalam tahanan. Sementara, Yudi Kartolo, Direktur Utama PT DME, oleh majelis hakim tidak lagi diberikan izin untuk menjalani rawat inap di Rumah Sakit Yadika. Yudi Kartolo dirawat di situ karena mengalami patah tulang dan depresi. Selama Yudi Kartolo dirawat, masa penahanannya tidak dihitung atau istilahnya dibantar.
Pada saat pembacaan vonis di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (22/7) oleh majelis hakim yang diketuai I Putu Dignya, Yudi Kartolo tidak hadir. Pasalnya, ia masih menjalani perawatan.
Hukuman penjara terhadap kedua terdakwa lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) Aziz Husein, Erry Satriana, dan Ramos Hutapea. JPU meminta Hartono dan Yudi dihukum 20 tahun penjara, sesuai hukuman maksimal dalam perkara tindak pidana korupsi.
Dalam putusan majelis hakim, para terdakwa diperintahkan untuk membayar ganti kerugian negara masing-masing Rp55,227 miliar lebih. Ganti kerugian tersebut didasarkan pada besarnya uang negara yang dinikmati keduanya sebesar Rp110,455 miliar lebih.
Apabila ganti rugi itu tidak dibayar dalam tenggang waktu paling lama satu bulan sesudah putusan berkekuatan hukum tetap, harta benda terdakwa dapat disita oleh jaksa, kemudian dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut, kata Putu.
Ditambahkan Putu, jika kedua terdakwa tidak mempunyai harta yang mencukupi untuk membayar uang pengganti, keduanya dapat dikenai pidana tambahan masing-masing dua tahun penjara.
Sementara itu, baik Hartono maupun Yudi diperintahkan juga untuk membayar denda masing-masing sebesar Rp1 miliar. Apabila denda itu tidak dibayar, diganti dengan pidana kurungan masing-masing selama lima bulan. Kedua terdakwa juga dibebankan membayar biaya perkara secara tanggung renteng sebesar Rp7500.
Putusan tersebut dijatuhkan karena keduanya telah terbukti melakukan tindak pidana korupsi. Para terdakwa telah terbukti melanggar UU Nomor 31/1999 (jo) UU Nomor 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Menurut majelis hakim, perbuatan para terdakwa dilakukan bersama-sama dengan bantuan pihak lain. Pihak tersebut yaitu Pimpinan Cabang BRI Segitiga Senen Deden Gumilar Saputra dan Pimpinan Cabang Pembantu BRI Tanahabang Agus Riyanto. Perbuatan keduanya adalah memindahkan dana sejumlah nasabah BRI ke rekening PT DME dalam bentuk pengucuran kredit fiktif. Pemindahan dana tersebut, kata majelis hakim, dilakukan tanpa sepengetahuan pemilik rekening.
Hal yang memberatkan kedua terdakwa, perbuatan korupsi dilakukan pada masa krisis moneter. Selain itu, perbuatan para terdakwa dilakukan dalam perkembangan sosial politik di Indonesia yang tengah mengkampanyekan antikorupsi berikut konvensi PBB tentang pemberantasan korupsi. Perbuatan para terdakwa juga telah mempengaruhi kepercayaan masyarakat terhadap kredibilitas perbankan.
Hal-hal yang meringankan, para terdakwa belum pernah dihukum, mempunyai tanggungan keluarga, dan bersikap sopan selama persidangan.
Atas putusan itu, kuasa hukum kedua terdakwa, Juniver Girsang langsung menyatakan banding. Diungkapkan Juniver kepada wartawan, kedua kliennya bukanlah pihak yang mencairkan dana. Kalau yang mencairkan dana adalah klien kami, mereka bisa dikatakan sebagai pelaku utama. Tapi, klien kami adalah orang yang membuat perjanjian dengan arranger, katanya seraya mengatakan para arranger Richard Latief, Riki, Abdullah, dan Ferdinand Dumais sampai saat ini belum tertangkap.
Kalau tidak tertangkap, apa yang dituduhkan tidak bisa dipertanggungjawabkan, tambahnya.
Menurut terdakwa Hartono, lalu, vonis yang dijatuhkan hakim tidak adil. Pasalnya, menurutnya, sebagai pengusaha swasta, hukuman yang dijatuhkan kepadanya jauh lebih berat ketimbang Deden Gumilar dan Agus Riyanto. Padahal, saya nggak punya kewenangan untuk masalah dana tersebut, katanya.
Pada bagian lain, JPU Aziz mengaku masih pikir-pikir untuk melakukan upaya hukum banding. Menurutnya, hal itu harus dikonsultasikan dulu dengan alasannya. Tapi, Aziz mengaku tidak puas dengan vonis yang dijatuhkan karena lebih ringan dari tuntutan JPU. (Prim)
Laporan : Dulhadi
Sumber: KCM, Kamis, 22 Juli 2004, 17:36 WIB