Pemerintah akan Audit Pelaksanaan Kebijakan dan APBD yang Tidak Efektif
SBY: Banyak Kebijakan Bupati dan Wali Kota yang Tidak Tepat
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menengarai banyak kebijakan dan sistem penganggaran di daerah yang tidak tepat. Karena itu, pemerintah pusat akan mengaudit sejumlah pelaksanaan kebijakan dan APBD yang dinilai tidak efektif.
SBY juga menegaskan, meski kepala daerah dipilih secara langsung, mereka tetap harus taat dan bertanggung jawab kepada presiden selaku pemegang kekuasaan tertinggi pemerintahan. Pernyataan itu disampaikan SBY ketika membuka sidang kabinet paripurna di Kantor Presiden, Jakarta, kemarin (29/7).
''Saya akan memerintahkan untuk meneliti APBD beberapa kabupaten dan kota yang oleh gubernurnya pun dianggap sangat tidak pas. Uang itu adalah uang rakyat. Sebagian, dan bahkan sebagian besar, adalah desentralisasi fiskal yang kita lakukan untuk kabupaten-kabupaten tertentu. Bayangkan kalau itu tidak optimal atau salah sasaran,'' kata SBY.
Presiden menegaskan bahwa dirinya berhak mengevaluasi dan mengoreksi kebijakan di daerah. ''Saudara jangan keliru bahwa di dalam UUD 1945, konstitusi kita, presiden memegang kekuasaan pemerintahan,'' tegas SBY.
Karena itu, tutur SBY, meski dipilih secara langsung, kepala daerah tetap berada dalam organisasi pemerintahan dengan presiden sebagai pemegang kekuasaan. ''Wajib hukumnya mereka menjalankan garis-garis presiden sebagai kepala pemerintahan. Wajib hukumnya bagi saya untuk memastikan bahwa mereka juga menjalankan tugas pemerintahan dengan baik, termasuk tugas-tugas pembangunan,'' ungkap SBY.
Presiden menjelaskan bahwa demokrasi lokal tidak meniadakan tanggung jawab kepala daerah kepada presiden, selain kepada DPRD dan rakyat di daerah. Menurut SBY, tidak ada artinya jika pemerintah pusat memiliki kebijakan yang benar dan menyalurkan anggaran besar, namun meleset dalam implementasi di daerah.
SBY mencontohkan, banyak pemberian izin di tingkat bupati dan wali kota yang membawa banyak dampak negatif. ''Misalnya, perizinan batu bara yang banyak sekali, kemudian pengelolaannya tidak baik. Tidak menjalankan best practices, tetapi merusak lingkungan dan membawa sejumlah kerugian bagi negara,'' terang presiden.
SBY menyebut banyak pula APBD yang tak optimal. ''Beberapa gubernur berbicara dengan saya, geleng-geleng kepala karena APBD di kabupaten, hanya karena disetujui oleh DPRD, strukturnya... penggunaannya... sasarannya... tidak tepat, boros, tidak optimal, dan sebagainya,'' bebernya.
Untuk mengukur disiplin, kinerja, dan integritas kepala daerah, ungkap SBY, presiden harus memiliki alat agar semua bisa menjalankan tugas dengan baik. SBY mengatakan, setelah enam tahun memerintah, kini saatnya bagi dirinya untuk melakukan sejumlah koreksi. ''Kalau tidak, perjalanan kita akan salah arah,'' ucapnya.
Selama ini presiden tidak memiliki mekanisme untuk menegur kepala daerah. Presiden hanya bisa menindak kepala daerah yang terkait dengan kasus hukum melalui pemberian izin pemeriksaan, penonaktifan, hingga pemberhentian tetap. Untuk yang tidak terkait dengan kasus hukum, tidak ada mekanisme teguran atau sanksi resmi dari presiden kepada kepala daerah.
SBY lalu mencontohkan beberapa evaluasi yang akan dilakukan. Selain mengoreksi APBD, presiden perlu menugasi elemen tertentu untuk mengawasi dan menyelidiki kerusakan lingkungan akibat pemberian izin tambang yang kacau. Presiden juga akan minta audit terhadap pelaksanaan otonomi khusus di Papua.
Di antara 33 provinsi yang ada, kata SBY, dengan dana otonomi khusus, Papua telah menerima biaya pembangunan per kapita terbesar. Dengan dana itu, seharusnya Papua berkembang lebih makmur. ''Jadi, kalau tidak bergerak, tidak ada kemajuan, kita harus tahu mengapa? Audit akan kita lakukan untuk itu. Mana dan apa yang tidak pas? Manajemennyakah, penganggaran, pengawasankah, atau efisiensinya,'' jelas SBY.
Presiden kerap kesulitan mengoordinasikan kebijakan pusat ke daerah. Dalam program nasional pemberdayaan masyarakat (PNPM), sejumlah daerah pernah menolak melaksanakan kebijakan pusat. Sejumlah kementerian di pusat juga acap bermasalah dengan pemda.
Mendagri Gamawan Fauzi mengatakan, saat ini presiden kesulitan menegur kepala daerah. Dalam revisi UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, pemerintah akan membuat mekanisme yang memungkinkan presiden melakukan evaluasi.
Gamawan menuturkan, upaya itu dilakukan agar penyelenggaraan pemerintahan daerah menjadi lebih efektif. ''Ada yang bagus, punya kesadaran tinggi. Tapi, yang tidak bagaimana? Apakah kita samakan saja dengan yang bagus? Jaminan itu mesti ada, kata beliau,'' ujar mantan Gubernur Sumatera Barat itu.
Dia menjelaskan, dalam pemerintahan, kepala daerah dipilih secara langsung dan demokratis. ''Sekarang, kalau ada 1-2 kepala daerah yang tidak consern mengurusnya, walaupun dia dipilih rakyat, apa penyelesaiannya hanya hukum saja? Apa boleh presiden menegur, mengingatkan, dan memberikan hukuman? Inilah yang memerlukan jaminan bahwa penyelenggaraan pemerintah itu dengan efektif dan baik,'' paparnya. Soal sanksi yang bisa diberikan presiden, Gamawan mengatakan masih dikaji.
Gamawan menambahkan, saat ini APBD lebih banyak didominasi belanja aparatur. Di tingkat provinsi, rata-rata 41 persen belanja daerah dipakai untuk menggaji pegawai dan pejabat daerah. Begitu pula di kabupaten/kota, persentasenya cukup tinggi, yakni sekitar 42 persen.
Pemerintah akan mengoreksi postur APBD agar lebih banyak digunakan untuk belanja pembangunan. ''Nanti Mendagri bisa mengingatkan dalam koreksi anggaran,'' tandasnya.
Kritik Kunjungan Dinas
Dalam kesempatan itu, SBY juga mengkritik para pejabat pemerintah pusat yang melakukan perjalanan atau kunjungan dinas ke daerah dan luar negeri. Apalagi, kunjungan itu membebani anggaran pemda dan Kedubes Indonesia di luar negeri.
SBY menyatakan menerima informasi dan pengaduan dari pejabat daerah serta kedubes di luar negeri soal kunjungan pejabat pusat yang dinilai tidak pas tersebut. Presiden pun mewanti-wanti pejabat pemerintahan agar tidak membebani pemerintah daerah serta kedubes saat berkunjung. Sebab, anggaran untuk kegiatan pemda dan kedubes sudah direncanakan.
''Saya berharap, kalau Saudara (pejabat pusat) ke daerah, gunakan anggaran sendiri. Jangan meminta, jangan membebani provinsi, kabupaten, dan kota,'' kata SBY. ''Kita, kalau ke luar negeri, juga jangan sekali-kali meminta anggaran dari duta besar. Resmi ini,'' lanjutnya.
Pernyataan presiden itu disampaikan untuk menanggapi tudingan dari sejumlah anggota Komisi II DPR yang menyebutkan bahwa banyak pejabat di pusat yang membebani pemda. Informasi dari Komisi II DPR itu terungkap dalam rapat kerja (raker) pada Rabu lalu (28/7).
Presiden juga meminta para pejabat di pusat merencanakan kunjungan ke luar negeri dengan baik. SBY mengaku kerap mendengar keluhan dari kKedubes bahwa ada pejabat pusat yang mengadakan kunjungan, tetapi membatalkan secara mendadak.
''(Pembatalan kunjungan) itu mempermalukan negara kita, mempermalukan dubes. Saya menyeru kepada (para pejabat dan) lembaga negara mana pun, ketika berkunjung ke luar negeri, tolong dijaga keprotokolannya. Tolong, dijaga etika diplomasi,'' tegas SBY.
Presiden bertutur bahwa selama ini dirinya tidak pernah menggunakan anggaran daerah ketika mengadakan kunjungan. SBY juga menyatakan telah mengurangi banyak kunjungan ke luar negeri. (sof/c4/dwi)
Sumber: Jawa Pos, 30 Juli 2010