Pemerintah Bentuk Tim BLBI;

Ini berkaitan dengan kasus jaksa Urip.

Ini berkaitan dengan kasus jaksa Urip.

Pemerintah membentuk tim penanganan kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Tim ini terdiri atas Departemen Keuangan, kejaksaan, dan kepolisian. Untuk mengefektifkan penagihan kepada obligor melalui mekanisme yang ada, ujar Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Widodo Adi Sutjipto seusai rapat koordinasi terbatas di Jakarta kemarin.

Menteri Koordinasi Perekonomian Boediono, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Jaksa Agung Hendarman Supandji, Kepala Kepolisian RI Jenderal Sutanto, dan Kepala Badan Intelijen Negara Syamsir Siregar hadir dalam rapat tersebut.

Widodo menjelaskan mekanisme tersebut antar lain melalui Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) dan gugatan hukum. Termasuk upaya pelacakan dan pengembalian aset melalui kerja sama Stolem Asset Recovery (StAR) Inisiatif katanya.

Menurut Widodo, tugas tim dari Departemen Keuangan adalah menetapkan prosedur standar penanganan Perjanjian Kerja Sama Pemegang Saham BLBI yang bebas dari kepentingan dan korupsi. Prosedur ini akan ditetapkan lewat surat keputusan Menteri Keuangan.

Widodo menyatakan Departemen Keuangan juga akan memanggil tujuh obligor yang sedang ditangani PUPN untuk membayar tagihan sesuai dengan audit Badan Pemeriksa Keuangan. Namun, Widodo tak menyebutkan ketujuh obligor yang dimaksud.

Kejaksaan Agung ditugaskan memberikan pendapat hukum atas Pemegang Saham Pengendali yang tidak kooperatif untuk penagihan melalui gugatan perdata. Kejaksaan juga diminta menagih atau menggugat secara perdata pemegang saham yang tidak kooperatif. Serta bekerja sama dengan StAR, kata Widodo.

Adapun kepolisian bertugas membantu Departemen Keuangan menyelesaikan obligor lewat panitia urusan piutang. Mereka juga diminta mencekal obligor yang tidak kooperatif serta bersama Kejaksaan Agung menelusuri aset di luar negeri.

Widodo mengatakan dalam rapat tersebut juga disepakati untuk mendorong dan mem-back-up Jaksa Agung menertibkan dan membersihkan Kejaksaan Agung. Ini berkaitan dengan kasus jaksa Urip, ujar dia.

Menurut Widodo, pemerintah tetap konsisten melanjutkan kebijakan dari pemerintah sebelumnya. Upaya pokok mengembalikan uang negara secara maksimal, ujarnya.

Jaksa Agung mengatakan pihaknya menghentikan penyelidikan Surat Keterangan Lunas dua obligor karena tidak ditemukan unsur perbuatan melawan hukum, suap, dan kolusi. Malapetakanya, dua hari kemudian ditemukan jaksa Urip menerima duit, ujar dia.

Secara terpisah, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Antasari Azhar mengatakan sedang mengkaji dan mendalami kasus BLBI agar bisa diambil alih oleh KPK. Pengkajian diperlukan agar KPK tidak hancur di persidangan, ujarnya.

Setelah Urip Tri Gunawan, Koordinator Tim Jaksa BLBI, tertangkap tangan menerima uang US$ 660 ribu dari Artalyta Suryani di rumah Sjamsul Nursalim, obligor BLBI, KPK didesak mengambil alih kasus BLBI.

Antasari mengatakan beberapa kalangan menganggap KPK bisa mengambil alih. Namun, agar tidak melawan hukum, ucap Antasari, Dewan Perwakilan Rakyat bisa menambah klausul dalam perubahan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Kalau itu ada, KPK bisa mengambil alih, dia menambahkan. Klausul yang dimaksud adalah Pasal 9 dan 68.

Artalyta kemarin kembali menjalani pemeriksaan di KPK. Menurut pengacaranya, O.C. Kaligis, Artalyta memiliki akta utang-piutang dengan Urip. Dia pernah memberikan pinjaman sebesar US$ 5 juta, katanya. Cash, dan itu uang pribadi.

Di tempat terpisah, enam jaksa yang menangani kasus BLBI kemarin diperiksa Jaksa Agung Muda Pengawasan M.S. Rahardjo. Mereka adalah Bima Suprayoga, Eko Hening Wardono, Yoseph Wisnu Sigit, Yunita Arifin, Alex Sumarna, dan Hendro Dewanto.

Sementara itu, sebanyak 40 anggota DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Fraksi Partai Amanat Nasional, Fraksi Bintang Reformasi, dan Fraksi Partai Persatuan Pembangunan akan mengusulkan kepada pemimpin DPR untuk mengajukan hak angket atas kasus BLBI. Hak angket merupakan langkah untuk mengusut penyelesaian kasus BLBI. Sebab, sudah 10 tahun perkara ini tak jelas duduk perkaranya, ujar anggota DPR dari fraksi PKS, Soeripto. SUTARTO | EKO ARI | RINI KUSTIANI | PURBORINI

Sumber: Koran Tempo, 12 Maret 2008

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan