Pemerintah dan DPR Harus Segera Bahas RUU Perlindungan Saksi
Pernyataan Pers Koalisi Perlindungan Saksi
Rapat Paripurna ke 13 DPR RI Periode 2004-2009, Masa Sidang III, yang dilaksanakan pada Selasa 1 February 2005 telah menyetujui Program Legislasi Nasional. Program Legislasi Nasional ini disusun bersama oleh DPR RI dan Kementrian Hukum dan Hak Asasi Manusia. Sebanyak 284 rancangan undang-undang (RUU) disetujui untuk dijadikan prioritas pembahasan untuk periode 2005-2009. Dari 284 rancangan undang-undang (RUU) tersebut, 55 diantaranya ditetapkan sebagai rancangan undang-undang prioritas yang akan dibahas oleh DPR dan Pemerintah. Prioritas pembahasan rancangan undang-undang tersebut didasari oleh beberapa hal, antara lain : RUU tersebut diamanatkan oleh UUD 1945; RUU terkait dengan pelaksanaan undang-undang (UU); terkait dengan produk nasional; dan terakhir, terkait dengan pembentukan daerah.
Dari 55 RUU yang diprioritaskan untuk segera dibahas tersebut, salah satunya adalah RUU Perlindungan Saksi. Adanya undang-undang Perlindungan Saksi merupakan suatu keharusan yang wajib dilaksanakan oleh DPR dan Pemerintah. Hal ini disebabkan, karena Ketetapan MPR No. VIII tahun 2001 tentang Rekomendasi Arah Kebijakan Pemberantasan dan Pencegahan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme menyatakan bahwa diperlukan adanya suatu undang-undang yang mengatur tentang perlindungan saksi dan korban. Disamping itu, undang-undang ini merupakan bagian dari beberapa undang-undang lainnya yang dimaksudkan untuk membantu percepatan dan efektivitas pelaksanaan pemberantasan dan pencegahan korupsi.
Berdasarkan Ketetapan MPR No. VIII Tahun 2001, maka pada tanggal 27 Juni 2002 badan legislasi DPR dengan ditandatangani oleh 40 anggota DPR dari berbagai fraksi (sebagai RUU Usul Inisiatif DPR) telah mengajukan RUU perlindungan saksi dan korban untuk dibahas dalam Paripurna DPR. Namun, sampai saat ini, lebih dari tiga tahun, RUU Perlindungan Saksi belum dibahas oleh DPR dan Pemerintah. Demikian juga dengan Amanat dari Presiden (Ampres). Sampai dengan saat ini Presiden belum mengeluarkan Ampres untuk segera mempercepat pembahasan RUU Perlindungan Saksi di DPR RI.
Kenyataan tersebut tentunya sangat berpengaruh terhadap proses penegakan hukum dan hak asasi manusia di Indonesia. Hal ini disebabkan karena, sampai saat ini belum ada undang-undang yang secara khusus mengatur tentang perlindungan saksi dan korban. Pengaturan tentang perlindungan terhadap saksi dan korban masih terpisah-pisah sesuai dengan masalahnya masing-masing. Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang juga mengatur tentang saksi - termasuk saksi korban