Pemerintah Dianggap Terlalu Intervensi Komisi Antikorupsi
Anggota Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat, Gayus Lumbuun, menilai sepinya pendaftar calon pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi karena ahli hukum dan aktivis antikorupsi takut menjadi alat politik kekuasaan. Ketakutan itu terjadi, kata dia, karena selama ini pemerintah dinilai banyak mengintervensi proses penegakan hukum di komisi tersebut.
Padahal, kata Gayus, ahli hukum dan aktivis antikorupsi selalu bersifat independen dalam bekerja. Ahli hukum dan aktivis antikorupsi takut dikendalikan pemerintah, kata Gayus kemarin.
Selain itu, kata anggota Dewan dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan ini, KPK terkesan tebang pilih saat melakukan penegakan hukum. Beberapa kasus yang dibekukan KPK pada akhirnya bisa diselidiki oleh Kejaksaan Agung. Misalnya soal penjualan tanker pertamina (VLCC), kata Gayus.
Anggota Komisi Hukum lainnya, Lukman Hakim Saefuddin, menantang aktivis antikorupsi dan lembaga yang selalu menyorot lemahnya kinerja KPK untuk mendaftarkan diri. Buktikan, jangan hanya bisanya ngomong saja, kata Lukman.
Hingga hari kedelapan pendaftaran pekan kemarin, panitia seleksi baru menerima 42 pendaftar calon pemimpin. Menurut Sekretaris Panitia Seleksi Gunawan Hadisusilo, jumlah tersebut masih bisa bertambah hingga akhir pendaftaran. Pendaftaran kan masih berlangsung hingga 3 Juli 2007, katanya.
Menurut Wakil Ketua KPK Erry Riyana Hardjapamekas, berdasarkan pengalaman sebelumnya, jumlah peminat baru akan banyak masuk menjelang akhir masa pendaftaran. Masih cukup waktu untuk melengkapi persyaratannya, ujar Erry.
Lukman dan Gayus tidak sependapat dengan sepinya pendaftar calon pemimpin KPK karena kekhawatiran adanya praktek politik uang dalam proses seleksi. Saya kira tidak akan ada yang berani melakukan politik uang dalam proses seleksi ini (pemimpin KPK), kata Gayus. ERWIN DARIYANTO
Sumber: Koran Tempo, 26 Juni 2007