Pemerintah Terus Berupaya Mendegradasi Usulan DPR
Pemerintah terus berupaya mendegradasi naskah Rancangan Undang-Undang Kebebasan Memperoleh Informasi atau RUU KMIP usulan Dewan Perwakilan Rakyat. Apabila usulan DPR cenderung memberi keleluasaan pada publik untuk memperoleh informasi, pemerintah malah sebaliknya, cenderung mencantumkan sejumlah prasyarat.
Kecenderungan itu kembali terlihat dalam rapat kerja Komisi I dengan Menteri Komunikasi dan Informatika Sofyan Djalil, Senin (4/9).
Dalam rapat tersebut, pemerintah berkeras menambahkan syarat bahwa untuk mendapatkan salinan informasi publik haruslah sesuai dengan tata cara yang ditetapkan badan publik dimaksud.
Tata cara itu dianggap penting agar tidak menimbulkan perselisihan di kemudian hari. Tata cara itu juga ditentukan oleh masing- masing badan publik karena jenisnya berbeda-beda. Dia mencontohkan, informasi di Badan Intelijen Negara berbeda dengan di Kementerian Kominfo. Begitu pula dengan informasi tentang dana partai politik.
Dalam rapat 26 Juni lalu, upaya degradasi juga terjadi. Pasal 4 usulan DPR menyebutkan, Setiap orang berhak memperoleh informasi sesuai dengan ketentuan undang-undang ini. Pemerintah menghendaki usulan itu diubah. Kata orang diganti dengan kata pengguna dan setelah kata informasi disisipkan kata publik.
DPR pun serentak menolak usulan pemerintah tersebut. Anggota Komisi I dari Fraksi Partai Golkar Hajriyanto Thohari secara tegas menyatakan bahwa rumusan itu memberi kewenangan terlalu besar kepada badan publik dan menimbulkan contradictio interminis.
Seakan-akan kita memberi cek kosong pada badan publik ini, ungkapnya. (sut)
Sumber: Kompas, 5 September 2006
---------
Cara Mendapat Salinan Informasi Belum Disepakati
Pemerintah dan Komisi Informasi DPR belum menyepakati mekanisme bagaimana publik bisa mendapatkan informasi dan salinannya. Mekanisme itu akan dibicarakan dalam kesempatan berikutnya. Nanti, dalam kesempatan lain akan kami bicarakan, kata Ketua Komisi Informasi DPR Theo L. Sambuaga kemarin.
Kesepakatan itu tercapai kemarin saat pemerintah bersama DPR membahas Daftar Inventarisasi Masalah rancangan undang-undang kebebasan memperoleh informasi publik. Dalam pembahasan itu, pemerintah mengusulkan agar tata cara publik mendapatkan informasi dan salinannya diserahkan kepada badan publik.
Menteri Komunikasi dan Informatika Sofyan Djalil beralasan, masing-masing lembaga memiliki aturan yang berbeda antara satu dengan yang lainnya. Sofyan mencontohkan, mekanisme memperoleh salinan informasi dari Badan Pusat Statistik berbeda dengan memperoleh informasi dari Badan Intelijen Negara. Itu bisa dispute jika tidak terperinci, kata dia.
Tapi semua fraksi di DPR menolak usul pemerintah itu. Anggota Komisi Informasi dari Fraksi Golkar, Hajrianto Tohari, menganggap sangat berlebihan apabila kewenangan membuat tata cara diserahkan kepada masing-masing badan. Padahal aturan yang dibuat badan akan sangat subyektif. Publik harus melewati birokrasi terlebih dulu. Itu sama saja memberi cek kosong kepada badan publik, katanya.
Fraksi PDI Perjuangan menganggap usul pemerintah itu bertentangan dengan semangat pembuatan undang-undang. Karena itu, kata Sutradara Gintings, DPR dan pemerintah perlu menentukan prosedur dan isi pokok tata cara itu. Sehingga, dia melanjutkan, tata cara tadi tidak akan menurunkan semangat kebebasan.
Selain tata cara mendapat informasi, DPR dan pemerintah sepakat membawa pihak yang berhak memperoleh kebebasan informasi publik ke panitia kerja DPR. Pemerintah ingin membatasi informasi publik terbuka bagi setiap pengguna saja. Sedangkan DPR menginginkan setiap orang. Raden Rachmad
Sumber: Koran Tempo, 5 September 2006