Pemidanaan Janganlah Diabaikan
Selesaikan Ingkar Janji Nursalim
Kejaksaan diingatkan untuk tidak terseret dalam upaya pengalihan pertanggungjawaban mantan Komisaris Utama PT Bank Dagang Nasional Indonesia Sjamsul Nursalim selaku penerima Bantuan Likuiditas Bank Indonesia. Meski kasus ingkar janji Nursalim dapat ditindaklanjuti dengan gugatan perdata, sebaiknya kejaksaan tak mengabaikan upaya pemidanaan.
Peneliti hukum Indonesia Corruption Watch (ICW), Febri Diansyah, menyampaikan pendapat itu kepada Kompas, Sabtu (5/9) di Jakarta. ”Kejaksaan mestinya ingat putusan majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada kasus jaksa Urip Tri Gunawan,” katanya.
Catatan Kompas, majelis hakim Pengadilan Tipikor yang dipimpin Teguh Hariyanto pada 4 September 2008 memvonis Urip selama 20 tahun penjara. Urip dinilai terbukti melindungi penerima Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), Sjamsul Nursalim, sebagai pemegang saham Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI). Urip menerima 660.000 dollar Amerika Serikat (AS) dari Artalyta Suryani, yang diduga kepercayaan Sjamsul Nursalim.
Majelis hakim membacakan potongan percakapan antara Artalyta dan Urip, yang antara lain menyebutkan selisih perhitungan aset yang diserahkan Sjamsul Nursalim. Pengumuman hasil penyelidikan Kejaksaan oleh Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (saat itu) Kemas Yahya Rahman, yang tak menyebutkan kewajiban Sjamsul kepada Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) sebesar Rp 4,758 triliun serta tidak ada unsur melawan hukum, sama dengan kesepakatan Urip dan Artalyta.
Menurut majelis hakim saat itu, semestinya yang diumumkan adalah hasil penyelidikan tim, yaitu ada dugaan wanprestasi (ingkar janji) dari Sjamsul kepada BPPN sebesar Rp 4,758 triliun. Hakim juga berpendapat, pengumuman Jampidsus soal tak ditemukannya unsur melawan hukum secara pidana tak jelas sumbernya. Hasil penyelidikan Tim BLBI Kejagung tidak menyebutkan persoalan itu.
Jumat lalu, Jaksa Agung Hendarman Supandji menyampaikan pendapat hukum kejaksaan pada Menteri Keuangan. Pendapat hukum itu menyebutkan, Sjamsul Nursalim wanprestasi sebab belum menyelesaikan kewajibannya sebesar Rp 4,758 triliun kepada pemerintah karena Sjamsul juga menyerahkan aset dengan hak tagih (Kompas, 5/9).
Febri menambahkan, saat menyelidiki BLBI, ada suap yang diterima kejaksaan, yakni dalam kasus Urip. Karena itu, jika nanti kejaksaan menangani perkara perdata untuk wanprestasi Sjamsul, sulit lagi untuk dipercaya.
Secara terpisah, anggota Komisi III DPR, T Gayus Lumbuun, akan mempertanyakan wanprestasi Sjamsul itu dalam rapat kerja Jaksa Agung, Kamis mendatang. Semua obligor BLBI yang belum menyelesaikan utangnya juga harus ditagih. (idr)
Sumber: Kompas, 7 September 2009