Pemukulan dan Bom Ancam Pelapor Kasus Korupsi
Hidayat Monoarfa, pada Agustus 2004, beserta rekan-rekannya yang tergabung dalam Solidaritas Koalisi Anti Korupsi melaporkan kepada Kejaksaan Negeri Luwuk dugaan korupsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah senilai Rp 3 miliar yang dilakukan oleh anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Banggai, Sulawesi Tengah, periode 1999-2004.
Berdasarkan laporan tersebut, 40 mantan dan anggota DPRD Banggai akhirnya diperiksa. Kini lima orang di antara mereka pun telah divonis oleh Pengadilan Negeri Luwuk, 2 tahun dan 2,5 tahun penjara; 10 orang masih menjalani proses penuntutan; dan 25 orang lagi masih dalam tahap penyidikan.
Sebagai pelapor korupsi, Hidayat justru tidak pernah mendapat perlindungan. Akibatnya, ketika dia diminta Kejaksaan Negeri Luwuk untuk memberi kesaksian, dia justru dipukuli oleh orang tak dikenal di rumahnya. Akibat pukulan benda keras di kepala itu, dia sempat mengalami kondisi kritis, koma.
Kami tidak pernah mendapat perhatian dari pemerintah/kejaksaan. Kami malah dikejar-kejar untuk memberikan keterangan untuk kepentingan kerja kejaksaan, demikian testimoni Hidayat kepada anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dan Dewan Perwakilan Rakyat, Kamis (17/3).
Kesaksian Hidayatullah lebih tragis lagi. Ketika dia melaporkan dugaan korupsi lelang kayu jati yang diduga melibatkan Bupati Muna, rumahnya dibom orang tak dikenal.
Ancaman lain yang biasanya dialami pelapor kasus korupsi adalah diadukan ke pengadilan dengan tuduhan pencemaran nama baik. Hal itu yang dialami Syamsul Alam Agus, pelapor dugaan korupsi Anggota DPRD Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah, dan Arif Nur Alam yang melaporkan dugaan korupsi di Komisi Pemilihan Umum senilai Rp 600 miliar.
Hidayat Monoarfa, Hidayatullah, Syamsul Alam, dan Arif hanyalah sebagian kecil dari para pekerja pemberantas korupsi yang jiwanya terancam. Menurut Wakil Koordinator Indonesia Corruption Watch Danang Widoyoko tercatat sedikitnya 30 pelapor korupsi yang mendapatkan ancaman, intimidasi, dan kriminalisasi.
F-PKS akan berinisiatif
Menanggapi kondisi tersebut, anggota Komisi III DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) Mutammimul