Penahanan Syaukani Diperpanjang 40 Hari; Tersangka Korupsi Diperlakukan Istimewa
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memperpanjang masa penahanan Bupati Kutai Kartanegara Syaukani Hassan Rais di Rutan Polda Metro Jaya selama 40 hari. Perpanjangan masa penahanan tersangka kasus dugaan korupsi senilai Rp 40,75 miliar itu dilakukan karena pemeriksaannya belum selesai.
Juru bicara KPK Johan Budi menyatakan, masa penahanan bisa diperpanjang lagi 30 hari jika proses penyidikan belum selesai. Hal itu dibenarkan kuasa hukum Syaukani, Erman Umar, setelah mendampingi kliennya kemarin. Erman mengatakan, penyidik KPK sudah menyerahkan surat pemberitahuan tentang perpanjangan yang terhitung sejak kemarin, Rabu (4/4).
Pada pemeriksaan lanjutan kemarin, Syaukani mendapat perlakuan istimewa. Baru pertama terjadi di gedung KPK, ada tersangka yang diberi kesempatan melakukan jumpa pers. Bukan hanya itu. Tersangka korupsi APBN itu juga mendapat pengawalan ekstraketat dari 40 anggota Polres Jakarta Pusat dan Polsek Gambir. Enam petugas Brimob Polda Metro Jaya juga dikerahkan untuk mengawal Syaukani mulai datang pukul 10.30 sampai kembali ke Rutan Polda Metro Jaya sekitar pukul 15.00.
Tak bisa dipungkiri, pengawalan itu terkait ribut-ribut antara wartawan dan pendukung pria yang akrab dipanggil Pak Kaning pada Senin (2/4). Menurut Johan Budi SP, pengawalan ekstraketat itu untuk menghindari keributan dan memudahkan kerja wartawan. Ini demi kerja wartawan juga, ujarnya.
Agar tersangka bisa memberi keterangan, meja konferensi pers dan deretan kursi lipat juga telah dipersiapkan. KPK bertanya kepada tersangka apa dia mau memberi keterangan, katanya mau, makanya kami siapkan fasilitasnya, tambah Johan.
Dalam keterangan pertamanya kepada wartawan sejak ditetapkan sebagai tersangka pada 16 Maret 2007, Syaukani membantah terkait pengadaan tanah Bandara Sultan Kutai Berjaya di Loa Kulu. Saya ndak ada kaitannya. Saya sebagai kepala daerah, saya tidak terlibat di dalam jual beli tanah, ujarnya.
Selain itu, pria kelahiran 1948 tersebut menolak dugaan dirinya telah mengembalikan Rp 15,36 miliar ke kas daerah sebagai imbas dari kasus dugaan korupsi pengadaan tanah bandara. Itu urusan penjual dan pembeli. Itu masalah mereka, tambahnya.
Berbeda dengan pendapat Syaukani, KPK mengantongi bukti bahwa Syaukani terlibat dua kasus yang terkait pengadaan bandara, yakni pengadaan tanah dan feasibillity study kawasan bandara.
Untuk pengadaan tanah, Syaukani yang menjadi ketua panitia pengadaan tanah diduga melakukan korupsi berjamaah dengan ketiga anaknya, yakni Selvi Agustina, Rita Widyasari, dan Windra Sudarta.
Modusnya, Syaukani dengan dana APBD membeli tanah seluas 256 hektare dari anak-anaknya sendiri senilai Rp 15,36 miliar dengan harga per meter Rp 6.000. Lokasi lahan bandara diputuskan pada 30 Juni 2003, sedangkan anak-anak Syaukani pada periode April 2003 hingga Februari 2004 membeli dengan nilai Rp 1.500 per meter.
Badan Pengawas Daerah Provinsi Kalimantan Timur menemukan adanya selisih pembelian lahan Rp 11,52 miliar karena yang dibayarkan ke ketiga anak Syaukani itu Rp 15,36 miliar. Padahal, harga beli menurut NJOP yang wajar adalah Rp 3,84 miliar.
Dua kasus lain juga dijeratkan ke Syaukani. Yakni, penyalahgunaan dana sosial sebagai dana taktis yang diduga masuk ke rekening pribadi Rp 7,75 miliar dan penyalahgunaan upah pungut sektor minyak bumi dan gas yang diduga merugikan negara Rp 15 miliar.
Selain itu, dua perkara lagi yang dibidik KPK. Yakni, dugaan mark up pengadaan sepeda motor bagi para guru dan pegawai Pemerintah Kabupaten Kukar pada 2003 dan dugaan mark up pengadaan tiga unit mesin diesel pembangkit listrik dengan nilai Rp 29,11 miliar pada 2002.
Itu baru diduga ya. Saya akan membuktikan nanti bahwa apa yang diduga mungkin tidak benar, karena saya baru diduga, ujar Syaukani. Soal bandara, pria kelahiran Tenggarong itu berdalih proyek bandara ditujukan murni untuk kesejahteraan masyarakat di Kukar dan Kaltim. Dalam jangka pendek, ditujukan untuk PON 2008 di Kaltim, tambahnya.
Soal pengusutan KPK terhadap kasus dugaan korupsi yang melibatkan dirinya, Syaukani mengungkapkan mendukung dan mengharapkan KPK tak tebang pilih dan bersikap diskriminatif. Saya punya keyakinan KPK akan mendengarkan keterangan dan penjelasan saya, tambahnya.
Syaukani yang memakai hem biru dan jas hitam itu pun mengaku tak keberatan dengan penjemputannya di Wisma Kukar oleh penyidik KPK. Saya tidak pernah keberatan. Itu bukan jemput paksa, tapi dijemput dalam keadaan kurang sehat, jelasnya.
Secara terpisah, Erman Umar mengungkapkan, pada pemeriksaan kemarin Syaukani disodori 20 pertanyaan. Pertanyaan penyidik berputar di antara feasibillity study, pembebasan tanah bandara, bantuan sosial, dan dana perimbangan. Cuma tadi masih seputar feasibillity study, ujarnya lalu menolak menjelaskan pokok materi.
Dia mengungkapkan, kondisi Syaukani sudah membaik. Kalau sebelumnya hanya bisa duduk dua jam, kemarin Syaukani kuat empat jam. Dia (Syaukani, Red) bilang cepat saja (pemeriksaannya, Red). Dia minta tiga kali seminggu, ujar Erman yang memakai dasi warna merah itu. Lebih dari lima jam, tambahnya, Syaukani akan menderita jika dipaksa duduk. (ein)
Sumber: Jawa Pos, 5 April 2007