Penanganan Perkara Terhambat Pihak Luar
Kecepatan penanganan perkara di kejaksaan kerap terhambat oleh pihak ketiga atau hal-hal di luar kendali kejaksaan. Hal ini membuat penuntutan dan pelimpahan berkas ke pengadilan kadang kala berlangsung lama dan tidak bisa dipastikan waktunya.
Demikian dijelaskan Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung Noor Rachmad, Rabu (13/4) di Jakarta.
Menurut Noor, Kejaksaan Agung sudah membuat prosedur operasional standar yang baru mengenai batas waktu penyelesaian tahapan-tahapan penanganan perkara, mulai dari penyidikan hingga pelimpahan ke pengadilan. Namun, batas waktu tersebut kerap terlampaui karena ada hal-hal yang berada di luar kendali kejaksaan.
Noor mencontohkan kasus korupsi pengadaan kartu tanda penduduk (KTP) berbasis nomor induk kependudukan di lima daerah. Empat orang telah ditetapkan sebagai tersangka, dua di antaranya pejabat Kementerian Dalam Negeri, yakni Direktur Pendataan Kependudukan selaku Pejabat Pembuat Komitmen Irman dan Kepala Panitia Pengadaan Barang Dwi Setyantono.
Menurut Noor, penyidikan kasus ini sebenarnya sudah selesai. Namun, berkasnya belum bisa dilimpahkan ke pengadilan karena pihak kejaksaan masih menunggu audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) mengenai ada atau tidaknya kerugian negara dalam kasus ini.
Di luar kendali
Keberadaan hasil audit BPKP inilah yang berada di luar kendali kejaksaan. Karena menunggu hasil audit tersebut, kejaksaan akhirnya juga tidak bisa memastikan waktu untuk melimpahkan berkas ke pengadilan.
Pakar hukum pidana dari Universitas Indonesia, Indriyanto Seno Adji, sebelumnya mengatakan, penanganan perkara di kejaksaan kurang optimal karena tidak semua perkara dapat dilimpahkan dengan cepat ke pengadilan.
Data dari Kejaksaan Agung menunjukkan, dari 145 berkas perkara korupsi yang dinyatakan lengkap pada 2010, hanya 48 perkara atau sekitar 33 persen yang dilimpahkan ke pengadilan pada tahun yang sama. Selebihnya kasus masih tertahan dan bahkan ada yang dibiarkan terkatung-katung tanpa kejelasan.
Menurut Indriyanto, ketidakjelasan waktu pelimpahan perkara ke pengadilan telah menciptakan ketidakpastian hukum. Nasib tersangka pun akhirnya menjadi terkatung-katung.(FAJ)
Sumber: Kompas, 14 April 2011