Pencairan Dana Pilkada Rawan Pemotongan
Setelah persoalan dana pemilihan kepala daerah secara langsung yang hingga kini belum turun juga, di daerah kembali direpotkan dengan proses pencairan dana tersebut. Dana yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara maupun Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah itu dicairkan melalui pemerintah daerah, bukan kantor kas dan perbendaharaan sehingga sangat rawan terjadi pemotongan-pemotongan.
Kekhawatiran itu diutarakan anggota Komisi Pemilihan Umum Provinsi Sulawesi Selatan M Darwis dan Ketua KPU Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah, Yasin Mangun, yang dihubungi terpisah, Senin (14/3). Baik Darwis maupun Mangun mengkhawatirkan terjadinya tarik-menarik antara KPUD dan pemda dalam soal dana sehingga pencairannya bisa kacau. Masalahnya, dana pilkada yang seharusnya diterima KPUD juga diklaim pemda setempat sebagai bagian dari miliknya. Klaim ini antara lain karena pemda juga melakukan salah satu tahapan kegiatan pilkada, yaitu pemutakhiran data yang dilakukan Dinas Kependudukan pemda setempat.
Klaim dana pilkada itu sudah terjadi di Sulsel dan Sulteng. Di Sulsel, dana pilkada yang bersumber dari pemerintah provinsi senilai Rp 3,5 miliar untuk 10 kabupaten yang menyelenggarakan pilkada juga diklaim oleh pemerintah kabupaten.
Contohnya di Kabupaten Bulukumba. Pemerintah Kabupaten tegas menyatakan bahwa dana sebesar Rp 350 juta dari pemprov itu juga merupakan bagian mereka, yaitu untuk Kesbang (Badan Kesatuan dan Kebangsaan) karena telah melakukan pemutakhiran data. Padahal, KPUD berpedoman dana tersebut merupakan dana penyelenggara pilkada, bukan biaya yang dikeluarkan pemda, ujar Darwis. (ssd)
Sumber: Kompas, 16 Maret 2005