Penegak Hukum Jangan ke Komisi Independen

Usulan Pemberhentian Irawady Dikirimkan ke Presiden

Komisi independen, yang akan dan telah dibentuk negara, sebaiknya tak dimasuki jaksa, polisi, atau hakim, termasuk pensiunan atau mantan aparat penegak hukum itu. Hal ini untuk meniadakan transformasi korupsi ke lembaga baru itu.

Demikian disampaikan anggota Komisi III DPR, Benny K Harman, seusai rapat dengar pendapat dengan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Andi Mattalatta di Jakarta, Senin (1/10).

Hal itu disampaikan menanggapi penangkapan anggota Komisi Yudisial (KY) Irawady Joenoes, pensiunan jaksa, yang disangka menerima suap. Sebelumnya, Suparman, penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dari kepolisian, juga diamankan tahun lalu karena kasus pemerasan.

Benny dengan tegas mengatakan, Dari awal saya menolak mantan jaksa dan polisi, terlebih mereka yang menduduki jabatan struktural, untuk masuk ke komisi negara. Mereka yang menduduki struktural di lembaga itu pada masa Orde Baru adalah produk korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN). Sulit berharap kepada mereka.

Kasus lain adalah pemerasan yang melibatkan hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Herman Allositandi yang ditangkap Tim Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Janganlah kelompok ini masuk ke komisi independen, terlebih KPK dan KY, karena yang terjadi adalah transfer know how korupsi, seperti kasus Irawady, kata Benny lagi.

Pemberhentian Irawady
Secara terpisah, Senin di Jakarta, Sekretaris Jenderal KY Muzayyin Mahbub mengatakan, surat usulan pemberhentian sementara Irawady sebagai anggota KY sudah dikirimkan kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Surat itu dikirimkan Jumat lalu. Pemberhentian sementara anggota KY membutuhkan penetapan dari Presiden.

Muzayyin juga menjelaskan tertundanya rapat dengar pendapat KY dengan Komisi III DPR. Menurut dia, permintaan penundaan dilakukan karena KY telanjur memiliki agenda sendiri.

Ketua KY Busyro Muqoddas meminta anggota Komisi III DPR tidak berprasangka buruk atas permintaan penundaan itu.

Walaupun demikian, sejumlah anggota Komisi III DPR kecewa dengan sikap KY itu. Apalagi, Komisi III menggeser jadwal rapat dengan Mahkamah Agung.

Alasannya sangat tak rasional. Ini menunjukkan KY sebagai badan pengawas tak mau diawasi, ucap Ketua Komisi III Trimedya Panjaitan. DPR ingin meminta keterangan dari KY seputar kasus Irawady. (vin/sut/ana)

Sumber: Kompas, 2 Oktober 2007
-------------
KPK Konfrontasi Penyuap Irawady
Dicocokkan dengan Data Hasil Penggeledahan Kantor KY

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengembangkan penyelidikannya dalam kasus suap pengadaan tanah untuk gedung baru Komisi Yudisial (KY) yang melibatkan salah satu anggota KY, Irawady Joenoes. Kemarin, KPK memeriksa pemilik PT Persada Sembada Freddy Santoso. Pemeriksaan berlangsung sejak pukul 12.00 dan berakhir pada 21.30 WIB.

PT Persada Sembada adalah perusahaan pemilik tanah yang kemudian dijual ke KY seharga Rp 46,99 miliar. Transaksi tanah itu menyeret Irawady Joenoes dalam skandal suap. Irawady tertangkap tangan saat disuap Freddy. Dia diduga menerima Rp 600 juta plus USD 30 ribu yang kini disita KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi).

Setelah menjalani pemeriksaan kemarin, Freddy yang mengenakan kemeja warna hijau dengan corak garis-garis hitam terlihat lelah. Dia tidak mengeluarkan sepatah kata pun ketika ditanya wartawan seputar penyidikan yang baru dijalaninya. Dengan dikawal dua petugas, dia langsung memasuki mobil Kijang B 8593 WU menuju Polda Metro Jaya.

Sebelumnya, Juru Bicara KPK Johan Budi mengatakan, pemeriksaan dilakukan terhadap Freddy untuk mengonfrontasi temuan KPK ketika menggeledah Kantor KY, Jumat (28/9) lalu. Ketika itu, ruang yang digeledah, antara lain, ruang Sekjen KY Muzayyin Mahbub, ruang Ketua Tim Pengadaan Tanah Priyono, dan ruang Irawady. Kami konfrontasikan temuan itu dengan FS (Freddy Santoso, Red), ujar Johan.

Namun, Johan enggan menjelaskan lebih jauh pemeriksaan itu. Meski mengakui mendapatkan beberapa dokumen penting terkait dengan pengadaan tanah untuk gedung baru KY, lanjut Johan, KPK tidak membeberkannya. Ada dokumen yang didapat (KPK), tapi penyidik tidak pernah mengatakannya. Saya juga konfirmasi ke direktur penyidikan, katanya.

Ada informasi, dokumen yang didapat KPK adalah nota dinas yang berisi persetujuan lokasi lahan bakal gedung KY di Jl Kramat Raya 57, Jakarta Pusat. Selain itu, juga permintaan Irawady untuk menaikkan harga jual lahan itu.(fal/naz)

Sumber: Jawa Pos, 2 Oktober 2007

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan