Penertiban Bisnis TNI Dinilai Belum Transparan
Sikap serta kebijakan pemerintah terkait langkah-langkah penertiban bisnis Tentara Nasional Indonesia dinilai masih belum transparan. Akibatnya, masyarakat semakin meragukan keseriusan dan kemauan pemerintah menjalankan amanat Undang-Undang TNI tersebut.
Penilaian itu mengemuka dalam diskusi seusai peluncuran buku Menggusur Bisnis Militer, Tantangan Pembiayaan TNI Melalui APBN, Senin (11/6). Turut hadir penulis Lex Rieffel (The Brookings Institution) dan Jaleswari Pramodhawardani (LIPI), Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono, peneliti CSIS Edy Prasetyono, peneliti senior LIPI Ikrar Nusa Bhakti, dan mantan Kepala Staf Teritorial Letjen (Purn) Agus Widjojo.
Sejak tahun 1998, ketegangan yang terjadi antara sipil dan militer lebih terkait dua isu, bagaimana mengeluarkan TNI dari politik dan dari bisnis. Kalau untuk yang pertama, prosesnya relatif jauh lebih mudah daripada yang kedua, ujar Jaleswari.
Menurut Jaleswari, ketidakjelasan proses penertiban bisnis TNI sampai sekarang tampak dari tidak kunjung tuntasnya pembentukan peraturan presiden soal penertiban bisnis TNI, sebagai aturan turunan Pasal 76 UU No 34/2004 tentang TNI.
Agus Widjojo menilai, secara filosofis peran seorang tentara, yang seharusnya lebih bersifat sebagai sebuah panggilan, dengan peran seorang pebisnis, yang lebih bertujuan mencari keuntungan, sama sekali bertentangan.
Menurut Menteri Pertahanan Juwono Sudarsono, saat ini sejumlah departemen terkait, Departemen Pertahanan, Departemen Hukum dan Hak Asasi Manusia, Departemen Keuangan, dan Kementerian Negara BUMN, tengah melakukan pengkajian soal peraturan presiden tentang penertiban bisnis TNI. (DWA)
Sumber: Kompas, 12 Juni 2007