Pengadaan Rantis Polri Mencurigakan; Nilai Kontrak Capai Rp 26,5 M
Tengara bahwa ada penyimpangan di balik proyek jaringan radio komunikasi (jarkom) dan alat komunikasi (alkom) Polri tak membuat Kombes Pol (Pur) Dr Bambang Widodo Umar heran. Pengajar di Program Pascasarjana Kajian Ilmu Kepolisian Universitas Indonesia ini bahkan mengungkapkan penyimpangan lain.
Dia mencium ketidakberesan dalam pengadaan beberapa kendaraan taktis (rantis) milik Polri. Yakni, penandatanganan pengadaan 14 armored water canon (AWC) dan multipurpose armored vehicle (MPAV, kendaraan lapis baja serbaguna) yang dilakukan akhir Desember tahun lalu.
Untuk kepentingan dua rekanan, pesanan 14 unit itu akhirnya dibagi dua. Jadi, pilihan dilakukan berdasar rekanan, bukan produk pilihan, kata Bambang. Nilai kontrak 14 unit rantis itu, menurut Bambang, mencapai Rp 26,5 miliar.
Sekadar diketahui, Polri memang berniat menambah rantis miliknya. Pada awal Desember tahun lalu, Kapolri Jenderal Pol Sutanto bahkan melihat langsung beberapa kendaraan yang hendak dipesan Polri itu saat dipamerkan di halaman Mabes Polri. Saat itu, Kapolri menegaskan komitmennya untuk mencari penawaran dengan kualitas terbaik, harga termurah, perawatan yang mudah, dan purnajual yang bagus.
Bambang melanjutkan, Polri seharusnya banyak belajar dari kisruh pengadaan jarkom-alkom itu yang kini sedang ditangani Irwasum Komjen Pol Didi Widayadi. Rekanan Polri itu selalu sama orangnya. Hanya namanya yang diubah-ubah, ujar Bambang. Juga, proses tanpa tender dan tunjuk langsung masih kerap terjadi. Kalaupun ada tender, kata dia, hanya terkesan main-main.
Dia lantas mencontohkan proses pengadaan jarkom-alkom 2002-2005 yang diduga merugikan negara Rp 180-Rp 240 miliar dari total nilai kontrak proyek Rp 602 miliar. Karena prosesnya tidak beres -rekanan ikut masuk melobi hingga ke tingkat Depkeu dan Bappenas-, proses pengadaan barang tidak berjalan fair. Akibatnya, barang-barang tersebut banyak yang tidak laik terpakai saat ini.
Karena itu, dia berharap Kapolri menjadikan pembenahan prosedur dan mekanisme pengadaan logistik menjadi prioritas penanganan. Orang-orang lama yang berada di sana juga harus diganti. Untuk pengusutan kasus alkom-jarkom, Bambang berharap penyelesaiannya dilakukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) atau Timtastipikor.
Di bagian lain, Wakadiv Humas Mabes Polri Brigjen Pol Anton Bahrul Alam mengaku belum mendapat konfirmasi adanya penandatanganan kontrak untuk AWC dan MPAV itu. Dia menyatakan akan terlebih dahulu mengecek informasi tersebut. Humas tak diajak dalam penandatanganan kontrak, katanya. (naz)
Sumber: Jawa Pos, 13 Januari 2006