Pengadilan Harus Dikelola

Di saat rendahnya kredibilitas pengadilan umum dan semakin maraknya pengungkapan korupsi, dibutuhkan pengadilan yang dapat diandalkan. Pengadilan khusus korupsi diarahkan memiliki kultur dan perspektif yang lebih baik, sederhana, cepat dalam memproses perkara, respektif, mandiri, dan akuntabel.

Selain itu, pengadilan khusus tindak pidana korupsi (tipikor) juga harus dikelola dengan cara luar biasa. Korupsi adalah kejahatan yang berdampak luar biasa sehingga penuntasannya memerlukan cara luar biasa pula.

Usulan itu mengemuka dalam diskusi bertajuk Urgensi Rancangan Undang-Undang Pengadilan Khusus Tipikor, yang digelar Konsorsium Reformasi Hukum Nasional, Rabu (20/6) di Jakarta. Gagasan itu juga menjadi kritik bagi pengadilan umum saat ini. Kultur pengadilan umum di Indonesia, ungkap guru besar hukum pidana internasional dari Universitas Padjadjaran, Bandung, Romli Kartasasmita, cenderung koruptif.

Romli menambahkan, banyak terdakwa kasus korupsi yang dibebaskan di pengadilan umum. Akibatnya, rasa keadilan rakyat ternodai dan korupsi merajalela. Sebab itu, amat diperlukan pengadilan khusus yang memiliki semangat dan kultur yang berbeda dari pengadilan umum itu.

Semangat itu sebenarnya ada pada pengadilan tipikor saat ini. Sayang keberadaannya terancam sejak Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan Pasal 53 UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang menyatakan keberadaan pengadilan itu, bertentangan dengan konstitusi. Namun, MK memberi toleransi selama tiga tahun agar UU itu segera diperbaiki.

Advokat Bambang Widjojanto menjelaskan, korupsi dapat meruntuhkan lembaga dan nilai demokrasi, etika, dan keadilan. Selain itu, korupsi juga mengancam supremasi hukum.

Bambang menambahkan pula, korupsi membahayakan pembangunan yang berkelanjutan. Selain itu, kini berkembang pola korupsi baru, terutama di bidang perbankan, yang tidak banyak diketahui penegak hukum. (JOS)

Sumber: Kompas, 21 Juni 2007

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan