Pengadilan Hentikan Kasus Prof Achmad Ali

Majelis Hakim Pengadilan Negeri Makassar menerima eksepsi yang diajukan Guru Besar Unhas Prof Dr Achmad Ali SH MH. Dalam putusan sela yang dibacakan Ketua PN Makassar Sudirman Hadi SH yang bertindak sebagai Ketua Majelis Hakim, menyatakan menerima eksepsi yang diajukan Prof Achmad Ali. Dengan diterimanya eksepsi, maka secara otomatis persidangan terhadap Achmad Ali dihentikan.

Pembacaan putusan sela kemarin dimulai sekitar pukul 11.30 wita dan berakhir sekitar pukul 12.25 wita. Puluhan pengunjung memenuhi ruang sidang, ada dosen, istri dekan serta sana keluarga terdakwa Alimuddin Karim (Bendahara FH Unhas).

Hakim dalam putusannya mengurai bahwa dakwaan Jaksa Penuntut Umum (JPU) kabur. Karena dalam dakwaan itu, JPU tidak mengurai secara lengkap dan jelas tindak pidana korupsi yang didakwakan kepada Prof AA (pangglan akrab Achmad Ali). Padahal sesuai pedoman Jaksa Agung RI, bahwa seorang jaksa harus cermat dalam membuat dakwaan.

Selain dakwaan kabur, juga kerugiaan negara tidak terurai dengan jelas dan pasti. Di mana dalam dakwaan, Prof AA didakwa telah merugikan negara Rp 39 juta atau setidak-tidaknya merugikan keuangan negara cq Unhas sebesar Rp 26.954.400.

Mengenai jumlah kerugiaan negara yang berubah-ubah, sama sekali tidak boleh dirumuskan secara alternatif.,tandas hakim dalam pertimbangannya.

Alasan lain, dalam pertimbangan majelis hakim hingga mengabulkan eksepsi Prof AA adalah tempus delicti (waktu terjadinya tindak pidana) tidak jelas. Artinya, JPU tidak mengurai dengan cermat kapan terdakwa melakukan tindak pidana, bagaimana caranya melakukan tindak pidana, dan dimana ia melakukan tindak pidana.

Pertimbangan hukum itulah, sehingga majelis menghentikan persidangan Prof AA. Intinya dakwaan PU tidak cermat dan tidak jelas uraian tindak pidananya,tandas Sudirman Hadi.

Sementara Nico Simen SH--Koordinator Tim Penasihat Hukum Prof AA mengatakan bahwa, putusan sela yang dijatuhkan Pengadilan Negeri Makassar, dimana menghentikan kasus Prof AA, memberi pelajaran kepada Jaksa, terdakwa, dan juga Tim Penasehat Hukum, bahwa bekerja tanpa dilandasi semangat profesional tidak akan memperoleh apapun yang diinginkan.

Kajati Sulsel H Masyhudi Ridwan SH, mengaku belum bisa menentukan langkah hukum yang akan ditempuh sekaitan dikabulkannya eksepsi terdakwa Prof AA.

Kami akan pelajari dulu isi putusan hakim. Kalau putusannya sudah ada, baru kami bisa menentukan langkah apa yang akan kita ambil,tandas Masyhudi di Ruang Kerjanya, kemarin.

Menurutnya, setelah putusan lengkap itu diterima dan mengetahui isi putusan itu, kita bisa ajukan verset (perlawanan) terhadap putusan sela ke , Pengadilan Tinggi Sulsel, atau memperbaiki dakwaan.

Sementara itu, kalimat syukur Alhamdulillah, terucap dari bibir begitu Majelis Hakim yang diketuai Sudirman Hadi SH menerima eksepsi (Keberatan) yang diajukan Prof AA pada persidangan 9 Mei 2007.

Tak hanya Prof AA yang terlihat senang, tapi terdakwa Alimuddin Karim pun, yang eksepsinya dikabulkan dan diperintah keluar dari tahanan, ikut merasakan kebahagiaan yang tak terhingga.

Begitu majelis hakim yang diketuai Sudirman Hadi SH mengetuk palu, Sang guru besar Universitas Hasanuddin (Unhas) ini pun langsung berdiri dari kursi pesakitan, kemudian, menyalami 17 Penasihat Hukumnya yang hadir pada sidang putusan sela itu. Tak lupa Prof AA mencium istrinya, Wiwik, yang selalu setia menemaninya ketika persidangan digelar.

Sujud syukur kepada Allah SWT. Hari ini merupakan hari yang paling bersejarah bagi penegakan hukum di Indonesia, karena hari ini hati nurani majelis hakim mempercayai yang benar itu adalah benar,jelas Prof AA dengan mata berkaca-kaca. Saya akan kembali mengajar, dan menjalankan tugas-tugas kenegaraan yang diembankan kepada saya. Semoga putusan ini menjadi sejarah awal langkah penegakan hukum yang lebih optimis dihari-hari mendatang,lanjut Prof AA.(id/jpnn)

Dugaan Surat Dakwaan Ganda Diusut

Kejaksaan Agung (Kejagung) menaruh perhatian atas putusan yang membebaskan Achmad Ali. Jaksa Agung Hendarman Supandji memerintahkan kepala Kejati (Kajati) Sulawesi Selatan mengusut dugaan kejanggalan dalam persidangan yang digelar di PN Sulawesi Selatan (Sulsel) kemarin.

Bagian asisten pengawasan (Aswas) Kejati Sulsel diperintahkan untuk mengeksaminasi proses hukum kasus tersebut, kata Kapuspenkum Kejagung Salman Maryadi seusai menghadap jaksa agung di gedung Kejagung kemarin.

Dalam proses eksaminasi tersebut, selain tim jaksa penuntut umum (JPU), Kepala Kejari (Kajari) Makassar A.R. Nashruddien ikut diagendakan diperiksa.

Menurut Salman, para jaksa tersebut dimintai keterangan terkait laporan kejanggalan yang masuk ke jaksa agung. Mereka dinilai tidak teliti dan tidak cermat sehingga menyebabkan surat dakwaan dibatalkan PN Makassar.

Salman mengatakan, kejanggalan tersebut adalah perbedaan surat dakwaan antara yang dibacakan dan yang diserahkan ke majelis hakim. Saya tidak mau menutup-nutupi. Saya dapat info dari Sesjampidsus bahwa (surat) dakwaan oleh jaksa yang dibaca dan diserahkan berbeda, kata mantan kepala Kejari Jakarta Pusat itu.

Menurut Salman, surat dakwaan ganda berimplikasi pada perbedaan materi dakwaan, yakni tempus deliciti (waktu kejadian perkara) dan nilai kerugian negara. Surat dakwaan yang dibacakan itu yang betul, tetapi yang diserahkan (ke majelis hakim) berbeda, jelas jaksa senior yang pernah bertugas di Kejati Bali itu.

Ditanya motif penyusunan surat dakwaan ganda, Salman mengaku tidak tahu. Saya nggak tahu, apakah ada sabotase atau tidak. Saya belum bisa menentukan sejauh itu. Yang pasti, perbuatan tersebut semestinya tidak perlu terjadi, kata jaksa bintang satu itu. Salman menambahkan, proses eksaminasi diharapkan dapat menguak perbuatan tersebut.

Selain tim JPU, Salman menegaskan, Kajari setempat ikut bertanggung jawab. Sebab, sebagai pengendali penanganan perkara di wilayahnya, Kajari seharusnya mengetahui perbuatan anak buahnya.

Terkait upaya hukum atas bebasnya Achmad Ali, Salman mengatakan, jaksa agung telah memerintahkan Kejati Sulsel menyiapkan surat dakwaan baru, sekaligus mengajukan langkah perlawanan alias verzet. Bagaimana teknisnya, tentu mereka (Kejati Sulsel) yang akan menyiapkan, jelas Salman.

Dalam sidang yang berlangsung di PN Makassar kemarin, majelis hakim membebaskan Achmad Ali dari segala dakwaan jaksa. Sebelumnya, dosen Unhas ini dituduh korupsi Rp 250 juta. (agm)

Sumber: Jawa Pos, 13 Juni 2007

BAGIKAN

Sahabat ICW_Pendidikan