Pengadilan Kudus Tunda Eksekusi PT Pura Barutama [24/06/04]
Pengadilan Negeri Kudus memutuskan menunda pelaksanaan eksekusi putusan Mahkamah Agung (MA) yang memenangkan Perum Percetakan Uang RI (Peruri) dalam kasus sengketa kertas uang melawan PT Pura Barutama. Keputusan MA dinilai bertentangan dengan Undang-Undang No. 30 Tahun 1990 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.
Dalam penetapan putusan No. 04/Pdt.Eks/2004/PN.Kds tertanggal 19 Mei 2004, PN Kudus menetapkan menunda eksekusi putusan MA Nomor 01/Banding/Wasit/2002 karena adanya perlawanan (verzet) dari Pura Barutama sebagai pihak yang dikalahkan. Putusan MA tersebut diputuskan lebih dari 30 hari sesuai dengan amanat UU Nomor 30 Tahun 1999, sehingga putusan tersebut noneksekutorial, ujar pengacara Pura Barutama Pramudya kepada Tempo News Room.
Menurut Pramudya, dalam putusannya, MA melampaui batas wewenangnya seperti yang diatur dalam UU Nomor 30 Tahun 1999 karena memutuskan pokok materi dalam sengketa di Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI). Seharusnya MA hanya memutuskan, mendukung atau tidak mendukung putusan BANI. Kenyataannya dalam amar putusannya, MA menyatakan memutuskan sendiri. Ini tidak dibenarkan, katanya.
Sengketa Peruri dengan Pura berawal dari tender pengadaan kertas uang pecahan Rp 1.000 dan Rp 5.000 pada tahun 2000 oleh Bank Indonesia. Dalam pelaksanaannya, Peruri menilai kertas yang dipasok Pura selaku pemenang tender tidak memenuhi kualifikasi dan tidak layak cetak. Akibatnya, kontrak dengan perusahaan pemasok kertas uang tersebut dibatalkan dan berujung sengketa di arbitrase. BANI memutuskan Peruri sebagai pemenang sengketa dan kemudian dikuatkan oleh keputusan MA.
MA melalui putusan Nomor 1/Banding/Wasit/2003 pada 11 Februari 2004 mengabulkan permohonan kasasi Peruri dalam sengketa mengenai kertas uang nominal Rp 1.000 dan Rp 5.000 dengan Pura. Perusahaan itu diwajibkan membayar sebesar US$ 276, 8 ribu atau Rp 2,6 miliar karena wanprestasi dan membayar seluruh pembayaran kepada Peruri sebesar Rp 16,3 miliar.
Pramudya mengatakan, saat ini, atas putusan BANI yang memenangkan Peruri sedang dilakukan pemeriksaan perkara di PN Jakarta Selatan antara Pura Barutama dengan BANI dan Perum Peruri sebagai tergugat. Oleh karena itu eksekusi tidak bisa dilaksanakan karena materi atau pokok perkara sengketa masih disidangkan di PN Jakarta Selatan, katanya.
Sementara itu, Kepala Departemen Hukum Peruri Djoko Budijono mengatakan, putusan PN Kudus untuk menunda eksekusi sesuai keputusan MA sangat ganjil karena adanya perlawanan hukum. Jangankan perlawanan, meskipun ada peninjauan kembali kasus tersebut, putusan MA tidak boleh menghalangi eksekusi apabila sudah ada putusan kasasi, katanya.
Apalagi, kata Djoko, alasan yang dikemukakan Pura tidaklah beralasan. Alasan yang menyatakan bahwa putusan MA bersifat noneksekutorial misalnya, tidaklah tepat. Batasan 30 hari itu tidak menghapus kekuatan eksekusi putusan MA, karena upaya kasasi tidak memakan waktu lama dalam penyelesaiannya, urainya.
Adapun alasan kedua, menurut Djoko, yang menyatakan bahwa MA melampaui batas wewenangnya seperti yang diatur dalam UU Nomor 30 Tahun 1999 juga tidaklah benar. Keputusan MA jelas menguatkan putusan BANI, katanya.
Sedangkan alasan ketiga, yang menyatakan harus menunda eksekusi karena putusan BANI yang memenangkan Peruri sedang diajukan dan dilakukan pemeriksaan perkara di PN Jakarta Selatan, juga tidak tepat. Nah kalau PN Jakarta Selatan menyatakan putusan BANI batal, apa nanti tidak kacau? Karena putusan MA juga bisa batal, ujar Djoko. Dia menambahkan, Apakah kami harus mengajukan kasasi lagi ke MA?
Djoko menjelaskan, Peruri akan meminta perlindungan hukum kepada Pengadilan Tinggi Jawa Tengah dan MA terhadap adanya putusan penundaan eksekusi oleh PN Kudus tersebut. Kami menjadi bingung atas putusan PN Kudus, katanya.
Djoko mengatakan, sebelumnya PN Kudus sudah pernah mengirimkan surat teguran kepada Pura Nomor 4/Pdt.Eks/2004/PN.Kds.Jo tertanggal 10 Mei 2004 yang meminta perusahaan itu untuk segera melaksanakan putusan MA secara sukarela. Tapi sekarang malah ditunda. Ini bagaimana, katanya. amal ihsan-tnr
Sumber: Koran Tempo, 24 Juni 2004