Penganiayaan Aktivis ICW; Kepolisian Diultimatum
Jika polisi tak mampu, harus dibentuk tim independen.
Kepolisian RI diberi waktu dua minggu untuk mengusut tuntas kasus penganiayaan terhadap aktivis Indonesia Corruption Watch, Tama Satrya Langkun.
Ketua Komisi Yudisial Busyro Muqoddas mengatakan, dalam waktu dua minggu setidaknya polisi sudah bisa menangkap pelakunya. "Kalau lebih dari dua minggu, akan kurang menguntungkan citra Polri itu sendiri," kata Busyro setelah menjenguk Tama di Rumah Sakit Asri, Jalan Duren Tiga, Jakarta Selatan, kemarin.
Tama diserang orang tak dikenal di Jalan Duren Tiga, Jakarta Selatan, pada Kamis dinihari lalu. Akibatnya, ia menderita tiga luka bacok di bagian kepala dan harus menerima 29 jahitan.
Busyro mengutuk penganiayaan ini, yang ia anggap sebagai teror kepada para aktivis antikorupsi. "Ini teror terhadap aktivis demokrasi," ujarnya.
Wakil Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat Lukman Hakim Syaifudin juga meminta Polri menuntaskan kasus ini dalam dua minggu. "Kita lihatlah satu-dua minggu, apakah Polri cukup serius mengungkap kasus ini," kata dia setelah menjenguk Tama.
Jika dalam waktu dua minggu Polri tak mampu mengusut kasus ini, Lukman mengusulkan pembentukan tim independen. "Tidak ada pilihan lain, dibuat tim independen untuk mengungkap tuntas," kata dia.
Lukman prihatin atas kasus ini. Dia menilai kasus ini bukan semata pertaruhan Polri, tapi pertaruhan bagi negara. "Negara harus memberikan perlindungan bagi yang melakukan perjuangan melawan korupsi dan HAM," tuturnya.
Adapun Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Mochammad Jasin menilai penganiayaan terhadap Tama menunjukkan bahwa upaya memerangi korupsi sangat sulit. Karena itu, kata Jasin, serangan terhadap Tama bukan semata serangan kepada ICW. "Ini perjuangan seluruh Indonesia yang ingin bebas dari praktek korupsi," ujarnya.
Adapun Markas Besar Polri berharap bisa menyelesaikan kasus penganiayaan terhadap Tama itu kurang dari dua minggu. "Mudah-mudahan sebelum dua minggu kami bisa menyelesaikan kasus ini. Untuk itu, kami harapkan partisipasi masyarakat, untuk siapa saja yang melihat dan mengetahui, harap melaporkan kepada kami," ujar Kepala Bidang Penerangan Umum Mabes Polri Komisaris Besar Marwoto Soeto saat dihubungi kemarin. DWI RIYANTO AGUSTIAR | RENNY FITRIA SARI | EKO ARI WIBOWO
Kepala Kepolisian RI Jenderal Bambang Hendarso Danuri
"Tolong jangan menuduh polisi terlibat. Ini suatu perbuatan yang tidak terpuji, insya Allah bisa kita ungkap." (Kamis, 8 Juli)
TEROR MOLOTOV HINGGA PENGANIAYAAN
Aktivis Indonesia Corruption Watch, Tama S. Langkun, diserang orang tak dikenal di Jalan Duren Tiga, Jakarta Selatan, Kamis lalu. Penyerangan itu terjadi hanya dua hari setelah kantor majalah Tempo, Jalan Proklamasi 72, Jakarta Pusat, dilempari bom molotov. Rangkaian teror bom itu diduga berkaitan dengan laporan mengenai rekening perwira polisi.
28 JUNI
Majalah Tempo edisi 28 Juni-4 Juli 2010 menerbitkan laporan utama bertajuk “Rekening Gendut Perwira Polisi”. Tempo, berdasarkan laporan, ludes diborong orang misterius.
29 JUNI
Juru bicara Mabes Polri, Inspektur Jenderal Edward Aritonang, menyatakan Kepolisian RI merasa terhina oleh gambar pada sampul Tempo.
2 JULI
Staf Khusus Presiden Bidang Hukum, Denny Indrayana, mengusulkan pembentukan tim gabungan untuk memverifikasi data rekening yang diterbitkan Tempo. Komisi Kepolisian Nasional menyetujui gagasan itu, sedangkan Kepala Polri menolak.
6 JULI
Sekitar pukul 02.40, kantor Tempo dilempari dua bom molotov dan satu petasan. Satu bom molotov meledak di depan pintu, sedangkan satu bom molotov dan petasan jatuh di halaman kantor. Pelaku masih diburu polisi.
8 JULI
Sekitar pukul 03.45, aktivis Indonesia Corruption Watch, Tama S. Langkun, diserang orang tak dikenal di Jalan Duren Tiga, Jakarta Selatan. Penyerangan ini diduga berkaitan dengan aktivitas Tama, yang dikenal lantang mengungkap rekening janggal milik jenderal polisi.
DWI WIYANA | CORNILA DESYANA | AKBAR TRI | FEBRIANA FIRDAUS | EVAN | PDAT
Sumber: Koran Tempo, 12 Juli 2010