Pengawas Penyidik Polisi Dinilai Tak Efektif
Pengamat kepolisian dari Universitas Indonesia, Bambang Widodo Umar, menilai pengawas penyidik di kepolisian tak efektif. Ia menganggap pengawasan itu bersifat internal sehingga rawan mengalami tebang pilih. “Itu manipulatif. Kalau mau, ya, ditangani. Kalau tidak, ya, dibiarkan,” katanya saat dihubungi kemarin.
Tahun lalu Polri menerapkan pengawasan penyidikan karena banyak masyarakat mengeluhkan kinerja reserse. Pedoman pengawasan itu mengatur petunjuk teknis kewajiban penyidik setelah menerima laporan dari masyarakat dan tenggat penyelesaian kasus. Pengawasan penyidikan dilakukan oleh perwira berpangkat lebih tinggi.
Hanya, keluhan atas kinerja polisi, khususnya reserse, masih banyak. Pada 2008, dari laporan Komisi Kepolisian Nasional, masuk 344 keluhan dari masyarakat, 296 di antaranya mengeluhkan kinerja reserse. Keluhan terbanyak soal penyalahgunaan wewenang dan pelayanan buruk. Pada 2007, dari 597 keluhan, 74,4 persen mengeluhkan kinerja reserse.
Menurut Bambang, fungsi pengawasan penyidikan kurang optimal karena tak ada lembaga yang mengawasi pelaksanaannya. Inspektorat Pengawasan Umum Polri dan Komisi Kepolisian Nasional juga dinilainya tak bisa berbuat banyak. Keduanya dinilai tak independen karena masih melekat di instansi Polri.
Bambang menilai, meningkatnya jumlah pengaduan ke Komisi Kepolisian menunjukkan makin banyaknya penyimpangan yang dilakukan anggota polisi. “Makanya dibutuhkan lembaga eksternal yang mengawasi instansi Polri.”
Juru bicara Markas Besar Polri, Inspektur Jenderal Abubakar Nataprawira, mengatakan polisi terus berupaya meningkatkan pelayanan. Salah satu bentuknya, kata dia, dengan program quick wins yang akan diluncurkan Jumat nanti.
Program itu mencakup empat pelayanan, yakni kecepatan respons terhadap laporan masyarakat, transparansi pembuatan Surat Izin Mengemudi dan Bukti Kepemilikan Kendaraan Bermotor, transparansi rekrutmen anggota, serta transparansi penyidikan tindak pidana. DESY PAKPAHAN
Sumber: Koran Tempo, 27 Januari 2009