Pengelola SDN Akan Diperiksa
Dinas Pendidikan Dasar DKI Jakarta akan memeriksa pengelola sekolah dasar negeri yang diduga bersekongkol melakukan pungutan liar semasa pendaftaran siswa pada 9-12 Juni. Sekolah-sekolah di Jakarta Timur tersebut di antaranya adalah SDN 01, SDN 05, SDN 09, dan SDN 18.
Pemeriksaan dilakukan sehubungan dengan pengaduan Sahat Butar Butar, orangtua Revy Anastasia (6), ke Kepolisian Daerah (Polda) Metro Jaya, Sabtu (16/6). Ia mengadu karena putrinya tidak diterima di lima SDN tadi. Revy sendiri akhirnya diterima di SDN I, Jalan Nangka, Tanjung Barat, Jagakarsa, Jakarta Selatan.
Kepala Dinas Pendidikan Dasar (Dikdas) DKI Jakarta Sylviana Murni, saat dihubungi Minggu kemarin, mengatakan, begitu mendengar informasi kasus Revy, ia langsung meminta stafnya di kecamatan menyelidiki dan membuat berita acaranya.
Sylviana mengatakan akan menindak tegas kepala sekolah, atau guru yang diduga terlibat praktik tak terpuji itu.
Dulu mereka mengeluh, katanya sekolah sulit berkembang karena semua diatur dari atas dan terpusat. Sekarang mereka sudah dibebaskan mengurus rumah tangganya sendiri lewat manajemen berbasis sekolah. Kalau kemudian sistem ini disalahgunakan sebagai peluang untuk pungli, pasti saya tindak tegas, ucap Sylviana.
Empat pengelola SDN yang dilaporkan telah melakukan kekeliruan dalam penerimaan siswa baru itu kemarin memberikan penjelasan tertulis. Surat penjelasan tersebut ditandatangani Kepala Seksi Dinas Dikdas Kecamatan Pasar Rebo Renty Evi Silalahi. Adapun empat sekolah yang memberi penjelasan adalah SDN Kalisari 01 dan 05 Pagi, serta SDN Pekayon 09 dan 18 Pagi.
Isinya menyebutkan, putri Sahat telah mendaftar dan mendapatkan formulir di SDN Kalisari 05 Pagi dengan nomor pendaftaran 117. Akan tetapi, hingga berakhirnya waktu pendaftaran pada 13 Juni 2007, anak itu tidak datang untuk mengembalikan formulir.
Sahat, yang dihubungi terpisah, kemarin, mengatakan, dia dan sejumlah orangtua korban, termasuk Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Sekolah, siap membantu Dinas Dikdas DKI.
Tunjukkan persekongkolan
Setiap saat diminta, kami siap tunjuk hidung tukang ojek dan satpam yang melakuan pungli. Sekalian akan kami tunjukkan bagaimana persekongkolan mereka dengan beberapa guru di lima sekolah itu, ujarnya.
Sahat kemudian menceritakan pengalamannya. Ia dan istrinya datang ke SDN IX, Senin (11/6) pukul 05.00 mengisi absen dan mendapat nomor urut 29. Pukul 09.15 keduanya kembali ke SDN IX. Ternyata formulir sudah habis. Padahal menurut pengumuman, pendaftaran berlangsung sampai dengan pukul 12.00.
Saya kemudian diberi tahu orangtua calon murid yang baru saja menerima formulir. Ia menunjuk ke salah satu tukang ojek sepeda motor, dan menyarankan saya agar membeli formulir pendaftaran kepada mereka. Saya beli formulir dengan nomor 117 seharga Rp 5.000, ungkap Sahat. Hal serupa mereka alami ketika berusaha mendaftar di beberapa SDN lainnya. (win)
Sumber: Kompas, 18 Juni 2007