Pengelolaan Aset Daerah Lemah
Masih banyaknya aset daerah yang terbengkalai dan bermasalah menunjukkan pengelolaan aset di Kota Semarang masih lemah. Pembiaran terhadap lemahnya pengelolaan aset tersebut diduga berkaitan dengan kuatnya muatan kepentingan bisnis.
”Selama ini banyak aset yang belum jelas kepemilikannya dan abu-abu,” ujar Wakil Ketua Komisi B DPRD Kota Semarang Ari Purbono di sela-sela diskusi mengenai ”Relasi Kepentingan Ekonomi Politik di Tingkat Lokal” di Kota Semarang, Kamis (4/11). Diskusi ini diadakan Komite Penyelidikan dan Pemberantasan Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KP2KKN) Jawa Tengah dan Indonesia Corruption Watch (ICW).
Ari mengungkapkan, dari sekitar 3.000 aset yang dimiliki Pemerintah Kota Semarang dengan nilai sekitar Rp 5 triliun, masih terdapat 1.750-an yang belum bersertifikat atas nama Pemkot Semarang.
Ironisnya, Ari mengakui tidak ada upaya dari Pemkot Semarang untuk mengamankan asetnya sendiri. Padahal, sudah dialokasikan Rp 12 miliar dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 2010 untuk pengamanan aset. ”Namun, hampir tidak ada progres dengan dana sebesar itu. Padahal, sudah ada peraturan daerahnya. Namun, implementasinya yang lemah,” kata Ari.
Ari mencontohkan, aset yang saat ini masih bermasalah antara lain Pasar Kanjengan dan Wonderia. ”Simpang Lima saja sampai saat ini belum dimiliki Pemkot secara sah karena memang belum ada dokumennya,” kata Ari.
Geram dengan kondisi ini, anggota Komisi A DPRD Kota Semarang Imam Mardjuki telah mengusulkan adanya panitia khusus (pansus) penelusuran aset daerah. ”Selama ini data aset yang diberikan Pemkot juga belum tentu valid makanya kita ingin menginventarisasi ulang. Sejauh ini, permasalahan aset ini sangat kompleks,” kata Imam.
Koordinator Korupsi Politik ICW Ibrahim Fahmi Badoh mengatakan, tidak adanya kejelasan pengelolaan aset menunjukkan kuatnya muatan kepentingan ekonomi dalam kebijakan politik. Kondisi itu bisa jadi dibiarkan karena merupakan kroni dari penguasa daerah. Bisa saja terdapat birokrat maupun politisi yang menggunakan kekuasaan politiknya untuk melanggengkan bisnisnya. (ILO)
Sumber: Kompas, 5 November 2010