Pengemplang Pajak Dikejar
Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak Kementerian Keuangan berjanji menagih pajak dari 14 perusahaan migas yang terindikasi tidak memenuhi kewajiban bagi hasil ke pemerintah sebesar 85%, meski formula tersebut tidak tertulis dalam kontrak kerja sama (KKS).
Direktur Jenderal Pajak Fuad Rahmany menjelaskan, yang menjadi sumber permasalahan sengketa pajak 14 perusahaan migas temuan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terletak pada isi KKS lama yang melibatkan BP Migas dan Departemen ESDM.
Menurut dia, jika mengacu pada kesepakatan informal (gentleman agreement), formula bagi hasil migas meliputi 85% bagi pemerintah dan 15% merupakan bagian pengusaha migas. Namun, yang tertulis dalam kontrak karya berbeda, yaitu bagian pemerintah lebih rendah dari 85%.
Menyikapi persoalan ini, Ditjen Pajak tetap mengikuti rekomendasi dan hasil audit Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) yang tetap berpegang gentleman agreement, di mana formula bagi hasilnya 85%:15%.
Fuad menegaskan, berdasarkan rekomendasi BPKP, dalam waktu dekat pemerintah akan mengeluarkan Surat Ketetapan Pajak (SKP) yang menyatakan 14 kontraktor migas kurang bayar PPh.Namun, dia menyadari bahwa persoalan ini tidak akan selesai lantaran akan tetap terjadi selisih hitung pajak atau dispute.
“Kami akan tetap mengeluarkan SKP untuk kontrakkontrak (karya migas) 2004 ke belakang. Ini kan (sebagian besar) kontraknya masih berlaku 5–10 tahun (ke depan),” ungkap Fuad di Gedung Kementerian Keuangan kemarin.
Sekadar diketahui, sebelumnya KPK mengungkapkan, sebanyak 14 perusahaan asing di sektor migas diindikasikan tidak membayar pajak selama bertahun-tahun. Akibatnya, negara dirugikan hingga lebih dari Rp 1,6 triliun.
Sebelumnya Menteri Keuangan Agus Martowardojo menyatakan, akan menggunakan strategi khusus untuk mengejar tunggakan pajak. wisnoe moerti
Sumber: Koran Sindo, 26 Juli 2011