Penggelap Pajak Divonis Penjara 3 Tahun [13/08/04]
Pengadilan Negeri Cibinong menjatuhkan sanksi penjara tiga tahun enam bulan dan denda Rp20 juta kepada dua tersangka kasus penggelapan pajak senilai Rp11,25 miliar, yakni Sofyan Nurhasan dan Mahfud Zulmi.
Jika denda tidak dibayar, akan digantikan dengan hukuman kurungan selama empat bulan, kata Hakim Ketua Nawawi di Cibinong, kemarin.
Kedua tersangka terbukti melakukan pelanggaran tindak pidana perpajakan karena memalsukan faktur pajak atas nama perusahaan yang dikelolanya, yakni PT Mega Radila Mandiri (MRM). Aparat pajak menaruh kecurigaan terhadap perusahaan tersebut karena omzetnya meningkat cukup tajam dari Rp2 miliar pada 2001 menjadi Rp46 miliar pada 2002.
Sofyan dan Mahmud itu telah terbukti melanggar pasal 39 ayat 1 tentang tata cara perpajakan.
Menurut Pejabat Sementara Kepala Kanwil Pajak Jawa Bagian Barat III Djangkung Sujarwadi, sebagai konsekuensi atas putusan PN Cibinong itu, perusahaan-perusahaan lain yang pernah bertransaksi dengan PT MRM harus memperbaiki Surat Pajak Tahunannya (SPT).
Jika SPT itu tidak diperbaiki, perusahaan-perusahaan itu bisa juga dijerat hukum, kata Djangkung.
Ditambahkannya, pada 2004 Ditjen Pajak telah menemukan tiga kasus penggelapan pajak senilai Rp35 miliar yang terjadi di Cibinong, Tangerang, dan Banjarmasin. Angka temuan ini lebih sedikit dibandingkan 2003 lalu dengan temuan lima kasus dan 2002 sebanyak 17 kasus.
Sementara itu, berkaitan dengan kewajiban dua penunggak pajak yang telah disandera yakni JL dan MMG, pihak Ditjen Pajak akan terus mengejar aset-aset mereka. Hal itu dilakukan terkait dengan pembebasan keduanya dari hukuman sandera badan karena masa waktu penyanderaan telah habis.
Kita tetap upayakan pengejaran dan terus mengidentifikasi aset-aset JL dan MMG. Tapi setelah berakhirnya masa perpanjangan gijzeling pada Oktober dan November 2004 maka bisa dikatakan bebas dari hukum, jelasnya.
Hingga saat ini JL baru membayar pajak tertunggaknya sebesar Rp3 miliar dari total tunggakan Rp11 miliar. Sementara MMG baru membayar Rp5,3 miliar dari total tunggakan Rp45 miliar.
Adapun mengenai perkembangan terakhir rencana pengenaan gijzeling terhadap wajib pajak di Bali, Djangkung mengatakan hal itu masih menunggu izin dari Menteri Keuangan. Wajib pajak berinisial NL menunggak pembayaran pajak hingga mencapai lebih dari Rp4 miliar.
Begitu izin dari menteri keuangan turun, Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Denpasar Timur di mana penanggung pajak itu terdaftar, akan menerbitkan surat perintah penyanderaan, ujarnya.
Ia menjelaskan, untuk mendapat izin dari Menteri Keuangan, saat ini pihaknya sedang melakukan verifikasi terhadap kasus itu dengan pihak Biro Hukum dan Humas Departemen Keuangan.
Jadi ini memang sedang dalam proses, paling tidak ada 12 tahapan yang harus kita lewati untuk dapat melaksanakan sanksi paksa badan kepada WP yang tidak kooperatif, katanya.
Menurut dia, 12 tahapan itu diberlakukan kepada semua WP termasuk WP pengusaha wanita berinisial NL di Bali itu.
Data nasabah
Dalam kesempatan berbeda, Deputi Gubernur Bank Indonesia Maman Somantri menegaskan, pembukaan akses informasi hingga ke rekening wajib pajak di bank sulit dilakukan karena menyangkut kerahasiaan bank. Pasalnya, kerahasiaan bank harus tetap dijaga termasuk menghindari pembukaan akses deposito.
Karena itu, menurut Maman, jika Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak ingin dapat mengakses rekening wajib pajak, maka harus dilakukan kajian lebih dalam lagi. ''Kalau ditanya apa pendapat saya, saya pribadi tidak setuju. Kerahasiaan bank tetap harus dijaga termasuk dari sisi deposito,'' kata Maman.
Ia mengatakan saat ini BI sudah memiliki prinsip tentang kerahasiaan bank. Menurutnya, prinsip yang dianut BI selama ini sudah cukup dan cocok untuk diterapkan di perbankan. Karena itu, lanjut Maman, jika prinsip itu ingin diubah dengan mengarahkan kemudahan terhadap akses kepada rekening wajib pajak yang kemudian dilakukan pengenaan pajak oleh Ditjen Pajak, langkah tersebut harus didalami lagi.
Seperti diketahui, Direktur Jenderal Pajak Hadi Poernomo belakangan ini sering mengeluhkan sulitnya mengakses rekening para wajib pajak di bank. Pembukaan akses terhadap rekening tersebut dimaksudkan untuk memperluas penerimaan negara dari sektor pajak.
Namun, keinginan atas pembukaan akses tersebut ditentang oleh kalangan perbankan. Mereka mengkhawatirkan pembukaan akses tersebut akan menyebabkan terjadinya pelarian dana ke luar negeri (capital flight).
Ditjen Pajak menginginkan agar lembaga tersebut diberi wewenang untuk melihat data kekayaan wajib pajak di bank. Selain itu juga untuk menelusuri lalu lintas devisa, tindak pidana pencucian uang (money laundering), penerima kredit bank, dan deposito. Namun hingga rencana tersebut masih akan dibicarakan antara Ditjen Pajak, BI, dan perbankan. (JA/JO/E-4)
Sumber: Media Indonesia, 13 Agustus 2004