Penggelapan Aset BPPN, Lima Orang Buron
Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya memasukkan lima orang dalam daftar pencarian orang sebagai buron kasus penggelapan, yang diduga dilakukan PT Mitra Bangun Griya terhadap aset Badan Penyehatan Perbankan Nasional, yaitu gedung Aspac di Jalan H R. Rasuna Said, Jakarta Selatan.
Juru bicara Polda Metro Jaya, Komisaris Besar I Ketut Untung Yoga Ana, membenarkan penetapan status buron terhadap lima orang itu. Mereka adalah GN dan TW serta tiga bersaudara, IH, SH, dan HH. Inisial saja, ya, kata Ketut Yoga kemarin. Mereka diduga telah melakukan penggelapan dan penyerobotan serta dan memasuki tanah orang tanpa izin.
Informasi yang diperoleh Tempo dari sumber di kepolisian menyebutkan para buron itu adalah Gunawan, General Manager PT Mitra Bangun Griya, sebelum beralih kepemilikan saham pada 10 Desember 2003; Tjandra Widjaya, bekas Direktur Utama PT Mitra Bangun; serta tiga bersaudara bekas pemilik Aspac yang pernah membobol kas negara Rp 1,59 triliun: Hendrawan Haryono, Setiawan Haryono, dan Irawan Haryono.
Gunawan masih berada di dalam negeri, tapi sudah dikenai cegah tangkal. Tjandra kini kabur ke Singapura. Tiga bersaudara Haryono sudah tak bermukim di Indonesia, tapi diketahui sering bolak-balik Singapura-Filipina-Cina. Seperti diberitakan koran ini kemarin, polisi telah menahan dua orang petinggi PT Mitra Bangun, yaitu Rudy Sulaeman (direktur) dan Denny (komisaris), yang diduga terkait dengan kasus ini.
Sumber tersebut mengemukakan kasus ini diusut polisi karena ditemukan unsur kerugian negara. Awalnya, PT Mitra Bangun memasukkan modal ke PT Bank Aspac dengan menyerahkan gedung berikut tanah 4.340 meter persegi dengan imbalan 61,56 persen saham pada 1997.
Bank Aspac kemudian bangkrut. Asetnya disita BPPN, termasuk gedung itu. Agustus 2003, BPPN menjual gedung ke PT Bumijawa Sentosa Rp 80 miliar. Tapi PT Mitra Bangun yang menguasai gedung menolak menyerahkannya. PT Mitra Bangun diduga menggelapkan hasil sewa terhadap tenant di gedung Aspac pada 1998-2003. Perkiraan sementara, negara rugi Rp 60 miliar dari penggelapan sewa itu, kata seorang penyidik. IBNU RUSYDI
Sumber: Koran Tempo, 5 Oktober 2006