Penggelapan Fiskal Rp 1 Triliun
SBY Nilai, Penyimpangan Keimigrasian Sangat Serius
JAKARTA - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono kembali mengungkap kebobrokan Ditjen Imigrasi. Penggelapan dana fiskal, misalnya, dianggap sebagai kebiasaan yang jamak. Karena itu, negara dirugikan hingga Rp 1 triliun per tahun.
Menurut laporan yang diterima presiden, peran, fungsi, dan tugas Imigrasi tidak dijalankan dengan baik sehingga terjadi berbagai penyimpangan, seperti fiskal, tersebut. Contoh lain adalah pungutan liar terhadap tenaga kerja Indonesia di Penang dan Kuala Lumpur. Masing-masing merugikan negara Rp 12 miliar dan Rp 26 miliar.
Belum lagi, kasus penerbitan paspor palsu, banyaknya penjahat yang masuk daftar cekal tapi bisa kabur ke luar negeri, dan buruknya pelayanan terhadap warga negara asing, baik investor maupun wisatawan.
Kerugian itu belum termasuk citra jelek Indonesia di luar negeri akibat kelambanan pelayanan atau justru dipersulit ketika akan masuk ke Indonesia. Padahal, negara-negara lain telah memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya, tegas presiden.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menambahkan, penyelewengan pungutan fiskal terjadi sejak puluhan tahun. Karena itu, pada masa pemerintahan Presiden Megawati sempat muncul usul agar pungutan tersebut dihapus. Penghapusan itu diberlakukan mulai 2008 melalui amandemen UU Pajak Penghasilan.
Pungutan itu kan amanat UU Pajak Penghasilan. Jadi, tidak bisa dicabut dengan keputusan menteri atau peraturan pemerintah, harus dengan amandemen UU Pajak Penghasilan, jelasnya.
Pungutan fiskal tersebut Rp 1 juta per penumpang pesawat terbang tujuan internasional dan Rp 500 ribu per penumpang kapal laut tujuan luar negeri. Setiap tahun, pungutan fiskal menghasilkan penerimaan negara bukan pajak Rp 1,2 triliun. Itu berarti hanya sedikit lebih besar dari perkiraan kebocoran yang diungkapkan presiden.
Sri Mulyani sendiri mengaku belum memiliki data nasional perkiraan kebocoran pungutan fiskal luar negeri. Saya belum punya waktu untuk menginvestigasi semua. Tapi, estimasi untuk Bandara Soekarno-Hatta saja sekitar Rp 200 miliar per tahun. Ini perkiraan sementara, ujarnya.
Dia menengarai, ada sejumlah modus operandi yang dipraktikkan petugas Imigrasi. Pertama, 50 jenis penumpang yang mendapat pengecualian membayar fiskal tetap dipungut dengan jumlah tertentu. Berikutnya, tidak dibukukannya pungutan fiskal. Ketiga, dimasukkannya penumpang tujuan internasional tanpa melalui pintu fiskal dengan imbalan tertentu.
Presiden yang didampingi Wapres Jusuf Kalla menilai, masalah di jajaran Imigrasi sangat fundamental serta membutuhkan penanganan yang cepat dan tepat. Dasarnya adalah banyaknya laporan tentang praktik penyimpangan, baik di dalam maupun luar negeri, katanya setelah rapat terbatas di Kantor Kepresidenan kemarin.
Pembenahan harus dilakukan karena penyimpangan sudah sangat serius dan mempengaruhi citra Indonesia di luar negeri. Untuk itu, pemerintah akan melakukan tiga langkah. Yakni, penegakan hukum yang menyeluruh, penataan ulang Imigrasi agar menjadi lembaga kredibel, serta peningkatan kapasitas terutama di bidang teknologi informasi.
Presiden membuka kemungkinan untuk mengganti pejabat di seluruh level eselon yang terjadi penyimpangan. Siapa pun yang salah, siapa pun yang lalai, tentu harus kita ganti. Kalau terlibat kejahatan, harus kita proses hukum, tegas SBY yang banyak mendapatkan laporan penyimpangan Imigrasi ketika berkunjung ke Malaysia minggu lalu.
Presiden mengatakan, penataan perlu dilakukan agar Imigrasi menjadi lembaga profesional, kredibel, dan akuntabel. Dengan demikian, Imigrasi dapat mengawasi orang yang keluar masuk Indonesia, mengawasi warga negara asing yang tinggal di Indonesia, dan mencegah kejahatan transnasional.
Imigrasi juga harus mampu menangkal terorisme dan koruptor yang hendak menyembunyikan hasil kejahatan ke luar negeri, melakukan kebijakan fiskal, perlindungan warga negara, serta pengamanan aset negara.
Untuk mendukung langkah itu, masyarakat diminta berperan aktif. Mereka bisa melaporkan setiap penyimpangan keimigrasian ke Kotak Pos 9949 atau SMS 9949.
Selain menjanjikan pembenahan di jajaran Imigrasi, pemerintah juga akan merestrukturisasi jajaran Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Ditjen Pajak, badan usaha milik negara, dan Badan Pertanahan Nasional. Lembaga-lembaga tersebut terkait pelayanan yang bersentuhan langsung dengan kepentingan masyarakat.
Mendengar kesewotan presiden tersebut, para pegawai kantor Imigrasi kebakaran jenggot. Mereka malah menilai Presiden SBY tidak mengerti kondisi di Ditjen Imigrasi. Pak presiden belum mengerti perubahan pada Ditjen Imigrasi. Kami selama ini tidak menerima pajak sehingga penyelewengan fiskal tidak mungkin terjadi, kata pegawai Ditjen Imigrasi yang tidak mau disebut namanya.
Laki-laki berkulit sawo matang itu menjelaskan, pada 1999, Ditjen Imigrasi tidak pernah lagi mengurusi masalah pajak sehingga penilapan biaya fiskal tidak ada lagi. Justru dia menuding, pegawai pajak yang melakukan penilapan tersebut.
Sejak 1999, mereka yang mengurusi biaya fiskal. Kami tidak mengurus lagi. Bagaimana kami menilapnya, sedangkan uang tersebut masuk dan diterima orang pajak, tegas pria berambut lurus itu.
Lantas, apakah sebelum 1999 pegawai Imigrasi melakukan praktik penilapan tersebut? Lelaki itu mengerutkan kening. Lalu, dia berbicara perlahan-lahan. Bisa saja terjadi dan ada oknum Ditjen Pajak yang terlibat, jelasnya.
Dia mencurigai pegawai yang bergaya hidup mewah, seperti ganti-ganti mobil. Masak pegawai negeri yang gajinya tak seberapa dapat melakukan itu semua, tambahnya.
Ditjen Imigrasi M. Iman Santoso tidak mau berkomentar. Stafnya meminta agar wartawan koran ini menemui Kepala Humas Ditjen Imigrasi Asep Supriatna Anwar. Namun, Asep juga menolak bertemu wartawan. Alasanya, dia belum siap menjawab seputar dugaan penyelewengan fiskal tersebut. (noe/unt)
Sumber: Jawa Pos, 20 Desember 2005