Penggeledahan Mahkamah Agung tanpa Izin
Pakar: Izin tak diperlukan.
Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat I Made Karna mengungkapkan, instansinya belum pernah mengeluarkan izin penggeledahan ruang kerja Ketua Mahkamah Agung Bagir Manan kepada Komisi Pemberantasan Korupsi. Permintaan persetujuan belum saya tanda tangani, kata Karna kemarin ketika dihubungi di Jakarta.
Menurut Karna, surat permintaan persetujuan penggeledahan yang dilayangkan Komisi Pemberantasan Korupsi belum memenuhi syarat. Masih ada dua syarat yang belum lengkap. Namun, dia tidak menjelaskan syarat apa saja yang belum dilengkapi.
Komisi Pemberantasan Korupsi menggeledah ruangan Bagir Manan dan hakim agung lainnya, yakni Usman Karim dan Parman Soeparman, Asisten Koordinasi Rahmi Mulyati, dan Direktur Hukum dan Peradilan Suparno, pada 27 Oktober.
Penggeledahan terkait dengan penyidikan Komisi terhadap kasus dugaan suap terhadap hakim kasasi kasus korupsi yang melibatkan pengusaha Probosutedjo. Dalam penggeledahan itu, Komisi telah menyalin pendapat hukum (adviesblaad) majelis hakim kasasi pimpinan Bagir terhadap kasus korupsi Probosutedjo.
Karna menuturkan, semestinya Komisi memenuhi hukum acara pidana terlebih dulu sebelum melakukan penggeledahan. Sebenarnya, kata dia, permintaan izin penggeledahan tidak berlaku bila kasusnya tertangkap tangan, seperti kasus Pono Waluyo, pegawai Mahkamah Agung yang menjadi tersangka dalam kasus suap itu.
Wakil Ketua Komisi Erry Riyana Hardjapamekas tidak mau mengomentari soal izin penggeledahan itu. Maaf, sementara tidak ada komentar, ucapnya dalam pesan pendeknya.
Dalam surat yang diperoleh Tempo, Komisi menggeledah berdasarkan Pasal 6 (c), 12, 38 Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi, Laporan Kejadian Korupsi Nomor LLK 10/IX/2005/KPK tertanggal 29 September 2005, dan Surat Perintah Penyidikan Nomor 11/IX/2005/KPK tertanggal 29 September 2005.
Pasal 38 menyebutkan, penggeledahan harus seizin ketua pengadilan setempat. Penggeledahan tanpa izin bisa dilakukan bila atas dasar dugaan yang kuat adanya bukti permulaan.
Anggota Komisi Hukum DPR, Gayus Lumbuun, berpendapat, Komisi Pemberantasan Korupsi harus tetap menghormati aturan yang ada soal penggeledahan, terutama yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Alasannya, Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi tidak mengatur secara khusus masalah itu. Upaya penegakan hukum tidak boleh dilakukan dengan melanggar hukum.
Namun, dia menilai, dalam keadaan mendesak, Komisi tidak perlu meminta izin ketua pengadilan. Surat permintaan bisa disusulkan. Hanya, Komisi tetap harus memberikan hasil penggeledahan kepada Mahkamah Agung dalam waktu 2 x 24 jam, yang ditandatangani dua orang saksi di luar penyidik dan kepala lingkungan setempat.
Pakar hukum pidana, Rudy Satriyo, memiliki pendapat berbeda. Menurut dia, penggeledahan tidak perlu izin ketua pengadilan. Sebab, pengadilan dan mahkamah berada dalam jaringan birokrasi yang sama. Apalagi Komisi melakukannya dalam keadaan mendesak. (Jika harus menunggu dulu) bisa-bisa satu tahun izin tidak keluar. EDY CAN | THOSO
Sumber: Koran Tempo, 14 November 2005